PERANG
AJNADIN
وَقَضَيْنَا
إِلَى بَنِي إسْرائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ
وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا
(٥) فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ
أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا
خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدًا مَفْعُولًا
Artinya
: ”Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam kitab itu: ”Sesunguhnya
kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi ini dua kali, dan pasti kamu akan
menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat
hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, kami datangkan
kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka
merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”.(QS.Al-Israa
: 4-5)
Perang ini disebut dengan perang Ajnadin, yaitu perang yang berkobar
antara kaum muslimin yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah ra di bawah
komando khalifah Umar bin Khattab ra, dengan pasukan Romawi yang dipimpin oleh
panglima Arthabun, seorang panglima yang ketika di bawah kekuasaannya kekuatan
tentara Romawi hancur.
Betapa
diperhitungkannya kekuatan militer Islam di zaman kekhilafahan. Tengok saja di
masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Yerusalem – yang saat ini
Israel mencaploknya dari Palestina – begitu mudahnya ditaklukkan tanpa ada
perlawanan. Uskup gereja di sana saat itu menyerahkan “kunci kota” kepada umat
Islam dengan keyakinan tinggi bahwa penaklukkan Islam di Yerusalem sebagai
kehendak Tuhan yang mengakhiri kekuasaan kaum Byzantium.
Tapi,
penaklukan kota tua ini diawali dengan perjalanan perang jihad yang panjang.
Khalifah Umar memerintahkan Amr Ibn Al Ash dan Syarhabil Ibn Hasanah untuk
menguasai Yerusalem. Kejadian ini terjadi pada tahun 635 M. Amr dan Syarhabil
akan menuju Yerusalem dengan membawa pasukan. Tapi, itu bukan jalan
mudah. Pasalnya, mereka mesti menaklukkan terlebih dahulu beberapa daerah untuk
bisa masuk ke Yerusalem.
Pasukan
pun melangkah lewat area pegunungan subur dan penuh pepohonan di Golan
(Jaulan). Di sini, pasukan muslim akan melewati Galileia yang ada di utara
Palestina. Sama seperti Golan, wilayah ini juga sangat subur. Kaum Yahudi dan
Nasrani memiliki memori sejarah penting di kota ini. Dan, peperangan kecil
terjadi. Pasukan yang dipimpin Amr dan Syarhabil berhasil memenangkan
pertempuran dengan pasukan Byzantium yang kala itu berkuasa.
Kota-kota
sepanjang Galileia mampu ditaklukkan pasukan muslim, dan penduduknya diberikan
jaminan keamanan dan kepemilikan. Rupanya strategi Umar untuk menaklukkan Yerusalem
sangat cerdas. Kota ini bakal dikuasai dengan jalan pengepungan. Di lain sisi
Palestina, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Muawiyah ternyata juga diutus untuk
membantu menaklukkan Yerusalem. Muawiyah membawa pasukan untuk menaklukkan
wilayah utara Palestina lainnya.
Akhirnya Beirut, Tripoli, Sidon, Byblos,
dan Latakia berhasil dikuasai. Sementara itu, Yazid menaklukkan daerah di
Palestina sebelah selatan. Daerah yang berhasil dikuasai Yazid dan pasukan
muslim adalah Sidon, Tyre, Acre, hingga Haifa. Usai menaklukkan Haifa, Yazid
dan pasukannya bergabung dengan Amr. Dua kekuatan militer ini lantas berjalan
menuju Yerusalem.
Pangeran
Konstantin II, penguasa wilayah Caesarea yang ada di Barat Palestina, merasa gelisah dengan
pergerakan pasukan Islam ke Yerusalem. Dari kota bandar yang ada di pesisir
Levantina ini, Pangeran Konstantin II meminta bantuan pasukan Byzantium dari
Siprus dan Konstantinopel. Padahal, kala itu, pertahanan Caesaria cukup kuat
sebagai daerah kekuasaan Byzantium. Lalu, terbentuklah pasukan Byzantium di
bawah komando Artavon yang harus menghadang pasukan Islam yang harus melewati
daerah Caesarea untuk bisa sampai ke Yerusalem.
Tak ayal
lagi, pasukan Amr dan Yazid bertemu pasukan Artavon dari Caesarea. Perang hebat
pun terjadi di daerah Ajnadin. Atas izin Allah, pasukan Islam menang. Artavon
lalu melarikan diri ke Yerusalem. Dari kemenangan inilah rencana penaklukan
Yerusalem jadi semakin mudah. Khalifah Umar segera memerintahkan penambahan
pasukan untuk mendukung Amr. Pasukan yang dipimpin Ubaidah, Khalid, dan
Mu’awiyah diminta untuk membantu setelah sebelumnya menaklukkan Suriah dan
pesisir Levantina. Dan, pasukan Islam pun mengepung sepanjang kota selama musim
dingin.
Rasa
gentar dihadapi oleh Artavon dan Patriarch Sophronius. Patriarch adalah
uskup agung gereja Yerusalem. Mereka beradu mulut. Artavon tidak
ingin bila Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam. Di lain sisi, Patriarch menginginkan
Yerusalem diserahkan pada pasukan Islam dengan
damai. Dia yakin kedatangan pasukan Islam sebagai bentuk kehendak Tuhan.
Perdebatan itu disaksikan oleh orang-orang di dalam gereja yang letaknya dalam
benteng. Dan, orang-orang ini menyetujui ide Patriarch.
Lantas
dikirimlah utusan gereja menemui pasukan Islam. Utusan ini menyampaikan bahwa
Yerusalem akan diserahkan dengan beberapa syarat. Yaitu, penyerahan kota tidak
dilakukan dengan jalan peperangan, pasukan Byzantium dibiarkan untuk menuju
Mesir, dan Khalifah Umar diminta datang ke Yerusalem untuk serah-terima “kunci
kota”. Abu Ubaidah yang menerima utusan gereja itu menyanggupi
permintaan yang ada.
Setelah
kabar gembira ini disampaikan ke Umar, Umar tetap berpegang teguh dengan
prinsip musyawarah. Kemudian ia bermusyawarah dengan Usman bin Affan ra dan Ali
bin Abi Talib ra. Usman ra mengusulkan kepadanya agar tetap melakukan
pengepungan terhadap Al-Quds sampai orang Romawi berada dalam
keadaan terjepit dan merasa terpaksa untuk keluar atau menyerahkan diri.Sedangkan
Ali bin Abi Talib ra mengusulkan kepadanya agar menyerahkan perkara ini kepada
Allah SWT, lalu ia berangkat ke Al-Quds sendirian.
Setelah itu Umar bin
al-Khattab ra berpikir dan tidak tergesa-gesa, sampai akhirnya ia memutuskan
untuk mengambil kedua usulan tersebut, yaitu berangkat dengan pasukan tambahan
dari kota Madinah menuju Al-Quds. Jika Al-Quds berhasil ditaklukkan dengan cara
damai, maka itu sesuai dengan harapan. Namun, jika sebaliknya, berarti perang
di bawah kepemimpinannya langsung sampai mendapatkan salah satu dari dua
kebaikan.
Sebelum berita kedatangan Umar bin al-Khattab ra dengan pasukannya sampai
kepada Arthabun, ia memutuskan untuk lari ke Mesir dan menyerahkan Al-Quds
kepada pendeta Shofronius, seorang pemimpin Nasrani di Al-Quds. Sebelum Umar
bin al-Khattab ra sampai, Pendeta segera menawarkan perdamaian kepada Abu
Ubaidah bin Jarrah ra. Lalu Abu Ubaidah bin Jarrah ra memberitahukan kepadanya
bahwa keputusan ada di tangan amirul mukminin yang akan segera tiba.
Akhirnya
Umar sampai di al-Quds dan kota tersebut takluk dengan damai. beliau pun segera
menuju Yerusalem. Masyarakat kota ini bahkan menyiapkan arakan untuk menyambut
Umar yang bagi mereka cukup disanjung sikap adilnya. Tapi, arakan ini mendadak
hilang. Pasalnya, orang-orang di Yerusalem hanya melihat dua orang dan seekor
unta. Salah satunya naik ke punggung unta. Sungguh, tidak tampak seperti
kedatangan penguasa di zaman sekarang ini yang penuh dengan penyambutan mewah.
Penduduk
kota menyangka Umarlah yang naik di punggung unta. Justru sebaliknya, yang di
punggung unta adalah pengawal Umar. Ternyata mereka bergantian naik unta selama
dalam perjalanan. Umar tidak egois membiarkan pengawalnya kelelahan. Kejadian
ini menambah kagum penduduk Yerusalem terhadap pemimpin barunya.. Apalagi, Umar
hanya memakai pakaian lusuh, bekal makanan seadanya, dan satu tikar untuk
sholat.
Umar merenungkan nasib Al-Quds hingga ia menangis. Karena ia mengetahui
dengan pasti bahwa Al-Quds akan segera ditaklukkan dengan izin Allah SWT. Sesampainya
di kota, Umar disambut Uskup Patriarch. Umar diajak ke beberapa tempat suci di
kota. Uskup membukakan Gereja Makam Suci kala waktu dhuhur tiba. Maksudnya,
Umar dipersilakan shalat dulu
di gereja itu. Namun, hal tersebut ditolak Umar.
“Jika
saya melaksanakan shalat di gereja ini, saya khawatir para pengikut saya yang
tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini dimasa yang akan datang akan
mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena
saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian.
Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya Gereja kalian tetap sebagaimana
adanya, maka saya shalat diluar,” ucap Umar yang tetap menghormati pemeluk
agama lain dalam wilayah perlindungan Islam.
Waktu
azan pun tiba, Beliau segera
menyuruh Bilal untuk mengumandangkan azan. Dan suara takbir bergema di segala
penjuru dengan penuh kewibawaan yang benar. Sesungguhnya tentara Allah
tidak akan datang kecuali untuk mengeluarkan orang-orang yang berbuat
aniaya dari kiblat pertama umat Islam, dan membebaskan penduduk Palestina dari
penjajah Romawi.
Setelah
dua hari berlalu, kaum muslimin dikejutkan oleh sekelompok penunggang
kuda yang mendatangi mereka. Mereka adalah utusan pendeta Shofronius. Maka
terjadilah perundingan diantara kedua belah pihak. Dan akhirnya perjanjian pun
disepakati (perjanjian Umar), Berikut adalah isi dari perjanjian tersebut:
بسم الله
الرحمن الرحيم .هذا ما أعطى عبد الله: عمر أمير المؤمنين أهل إيلياء من الأمان،
أعطاهم: أماناً لأنفسهم، وأموالهم، ولكنائسهم وصلبانهم، وسقيمها وبريئها، وسائر
ملتها. وألا تسكن كنائسهم، ولا تهدم، ولا ينتقص منها ولا من حَيِّزِها ولا من
صَلِيبِهم، ولا من شيء من أموالهم، ولا يُكرهون على دينهم، ولا يضار أحد منهم ولا
يسكن بإيلياء معهم أحد من اليهود.
Artinya
: Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih lagi Penyayang. Ini adalah
perdamaian yang diberikan hamba Allah Umar bin Khattab Amirul mukminin
kepada penduduk Elia berupa jaminan keamanan. Beliau telah memberikan
mereka keamanan terhadap jiwa-jiwa mereka, harta-harta mereka, tempat
ibadah mereka, salib-salib mereka, yang sakit dan yang sehat dari mereka, dan
semua ajaran agama mereka. Tempat ibadah mereka tidak boleh diduduki, dan tidak
boleh dihancurkan atau dimusnahkan, begitu pun dengan salib-salib mereka dan
harta-harta mereka. Agama mereka tidak boleh dibenci dan tidak seorang pun dari
mereka yang boleh diserang. Dan tidak seorang Yahudi pun yang boleh tinggal di
Elia bersama mereka.
Setelah
perjanjian disepakati dan Al-Quds jatuh ke tangan Umar bin al-Khattab ra,
pendeta mengajaknya berkeliling kota. Ketika sedang berjalan-jalan, ia bertanya
kepada Pendeta tentang batu Ya’qub (Batu tapak Isra’ dan Mi’raj). Pendeta lalu
menunjukkan tempatnya. Ternyata letaknya di pekuburan dan di bawah tumpukan
sampah.
Maka ia bersiap-siap lalu membersihkan kotoran-kotoran yang ada di
sekitarnya sampai batu tersebut menjadi bersih. Setelah itu ia shalat di
dekatnya, lalu meninggalkan batu tersebut tanpa merendahkannya. Adapun batu ini
di atasnya sekarang didirikan kubah batu (Qubbah Sakhrah) oleh Khalifah
Abdul Malik bin Marwan. Dari semua itu, terbuktilah firman Allah SWT :
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا
وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا
مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Artinya
: ”Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (kami bangkitkan
musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk kedalam masjid (Masjid
Al-Aqsha), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka
membinasakan apa saja yang mereka kuasai”.
Kemenangan
Umar atas Yerusalem hingga seluruh wilayah Palestina. Yordania, pesisir
Levantina, dan Suriah, menandai berakhirnya kakuasaan Byzantium
(Yunani-Romawi). Setelah dalam genggaman Islam, Palestina hidup dalam naungan
pemerintahan Islam.
Kabar baiknya, sekali pun sudah berada dalam kekuasaan
Islam, hak-hak masyarakat non Islam tetap dilindungi. Ini berkebalikan dengan
pemerintahan Zionis Israel di zaman sekarang yang melakukan pembunuhan massal
penduduk Palestina untuk merebut tanah suci ini dan seluruh wilayah di sekitarnya.
Referensi:
2.
http://www.knrp.org/2015/07/penaklukan-al-quds-pada-zaman-khalifah-umar-bin-khattab-ra/
Wallahu A'lam
@PenaHati