This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Memilih Calaon Pasangan Hidup Dalam PandanganIslam Berdasarkan Al Quran dan Sunnah

Memilih Calaon Pasangan Hidup Dalam PandanganIslam Berdasarkan Al Quran dan Sunnah

memilih calon

Pernah, ada orang bertanya kepada Al-Hasan r.a. mengenai calon suami putrinya. Kemudian Al-Hasan r.a. menjawab, “Kamu harus memilih calon suami (putrimu) yang taat beragama. Sebab, jika dia mencintai putrimu, dia akan memuliakannya. Dan jika dia kurang menyukai (memarahinya), dia tidak akan menghinakannya.”

Abu Hurairah mengabarkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ

“Apabila seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya datang kepada kalian untuk meminang wanita kalian, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al-Imam Al-Albani t dalam Al-Irwa’ no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)

Dalam Hadist

Kemudian ada yang bertanya,“Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang (pemuda) itu mempunyai (cacat atau kekurangan-kekurangan)?”

Maka, Rasulullah . menjawab, (mengulangnya tiga kali) “Jika datang kepada kalian orang yang bagus agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu)!” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Hatim Al Mazni).

Ucapan Rasulullah dalam hadits di atas ditujukan kepada para wali, إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ yakni bila seorang lelaki meminta kepada kalian agar menikahkannya dengan wanita yang merupakan anak atau kerabat kalian, sementara lelaki tersebut kalian pandang baik sisi agama, akhlak dan pergaulannya, maka nikahkanlah dia dengan wanita kalian.

Ridhai Agama dan Akhlaknya

 إِلاَّ تَفْعَلُوا yakni bila kalian tidak menikahkan orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya tersebut dengan wanita kalian, malah lebih menyukai lelaki yang meminang wanita kalian adalah orang yang punya kedudukan/kalangan ningrat, memiliki ketampanan ataupun kekayaan, niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan yang besar.

Karena bila kalian tidak mau menikahkan wanita kalian kecuali dengan lelaki yang berharta atau punya kedudukan, bisa jadi banyak dari wanita kalian menjadi perawan tua dan kalangan lelaki kalian menjadi bujang lapuk (lamarannya selalu ditolak karena tidak berharta dan tidak punya kedudukan). Akibatnya banyak orang terfitnah untuk berbuat zina dan bisa jadi memberi cela kepada para wali, hingga berkobarlah fitnah dan kerusakan.

Dampak yang timbul kemudian adalah terputusnya nasab, sedikitnya kebaikan dan sedikit penjagaan terhadap kehormatan dan harga diri. (Tuhfatul Ahwadzi, kitab An-Nikah, bab Ma Ja’a: Idza Ja’akum Man Tardhauna Dinahu Fa Zawwijuhu).

Kisah Nabi Musa a.s.

Para pendahulu kita yang shalih, sangat mempermudah urusan pernikahan wanita-wanita yang di bawah perwalian mereka, karena mereka lebih mementingkan sisi agama dan kemuliaan akhlak. Bahkan bila lelaki yang shalih belum kunjung datang meminang wanita mereka, tak segan mereka tawarkan putri atau saudara perempuan mereka kepada seorang yang shalih.

Seperti kisah Nabi Musa a.s. yang diberi tawaran oleh seorang lelaki yang shalih di Negeri Madyan, untuk memilih salah satu dari dua gadis untuk dijadikan istrinya, kisah tersebut diabadikan dalam Al Qur’an Surat Al-Qasas.

قَالَ اِنِّيْٓ اُرِيْدُ اَنْ اُنْكِحَكَ اِحْدَى ابْنَتَيَّ هٰتَيْنِ عَلٰٓى اَنْ تَأْجُرَنِيْ ثَمٰنِيَ حِجَجٍۚ فَاِنْ اَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَۚ وَمَآ اُرِيْدُ اَنْ اَشُقَّ عَلَيْكَۗ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

“Dia berkata, “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.” (QS. Al-Qasas Ayat 27)

قَالَ ذٰلِكَ بَيْنِيْ وَبَيْنَكَۗ اَيَّمَا الْاَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّۗ وَاللّٰهُ عَلٰى مَا نَقُوْلُ وَكِيْلٌ

“Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.” (QS. Al-Qasas Ayat 28)

Kisah Umar ibnul Khaththab r.a.

Kisah seorang sahabat Rasul yang terkenal kemuliaan dan ketegasan dan kedudukannya dalam sejarah Umat Islam, yaitu ‘Umar ibnul Khaththab r.a. Ketika putrinya Hafshah menjanda karena ditinggal mati suaminya (Khunais bin Hudzafah As-Sahmi) di Madinah, ‘Umar mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan r.a. yang belum lama ditimpa musibah dengan meninggalnya istrinya, (Ruqayyah bintu Rasulullah), guna menawarkan putrinya kepada ‘Utsman, sekiranya ‘Utsman berhasrat menikahinya. Namun ternyata ‘Utsman berkata, “Saya akan pertimbangkan urusanku.” ‘Umar pun menunggu beberapa hari. Ketika bertemu lagi, ‘Utsman berkata, “Aku putuskan untuk tidak menikah dulu dalam waktu-waktu ini.”

Karena ‘Utsman telah memberikan isyarat penolakannya untuk menikah dengan Hafshah, ‘Umar pun menemui Abu Bakr Ash-Shiddiq dengan maksud yang sama, “Jika engkau mau, aku akan nikahkan engkau dengan Hafshah bintu ‘Umar,” kata ‘Umar. Namun Abu Bakr diam tidak berucap sepatah kata pun. Sikap Abu Bakr seperti ini membuat ‘Umar marah.

Selang beberapa hari, ternyata Rasulullah meminang Hafshah. Betapa bahagianya ‘Umar dengan pinangan tersebut. Ia pun menikahkan Hafshah dengan Rasulullah Setelah pernikahan yang diberkahi tersebut, Abu Bakr menjumpai ‘Umar dan berkata,

“Mungkin engkau marah kepadaku ketika engkau tawarkan Hafshah kepadaku namun aku tidak berucap sepatah kata pun? “

“Iya,” jawab Umar.

“Sebenarnya tidak ada yang mencegahku untuk menerima tawaranmu. Hanya saja aku tahu Rasulullah n pernah menyebut-nyebut Hafshah, maka aku tidak suka menyebarkan rahasia Rasulullah n tersebut. Seandainya Rasulullah n tidak jadi meminang Hafshah, aku tentu mau menikahi Hafshah,” jawab Abu Bakr menjelaskan. (HR. Al-Bukhari no. 5122)

Kisah Abdullah ibnu Abi Wada’ah r.a.

Kisah Abdullah ibnu Abi Wada’ah yang beruntung mempersunting putri Sa’id ibnul Musayyab yang shalihah, jelita lagi cendekia. Padahal putri Sa’id ini pernah dipinang oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk putranya, Al-Walid. Namun Sa’id enggan menikahkan putrinya dengan putra khalifah. Ia lebih memilih menawarkan putrinya kepada muridnya yang hidup penuh dengan kesederhanaan, namun sarat dengan ilmu dan keshalihan. (Siyar A’lamin Nubala`, 4/233-234)

seorang ayah diperingatkan agar memperhatikan orang yang beragama dan berakhlak bagus. Akhlak yang bagus adalah sebagian tanda-tanda bagusnya agama seseorang. Tanda ini lebih kuat daripada tanda lainnya, misal pengetahuan agama dan lingkungan. Dua hal yang disebut terakhir ini menjadi pertimbangan pendukung mengenai agama dan akhlak orang yang berniat menjadi suami.

Seorang ayah bisa mencari pengetahuan mengenai laki-laki yang meminang anak gadisnya dengan seksama sebelum mengambil keputusan. Antara lain, ia dapat menanyai orang yang dekat dengan calon menantunya. Ia juga bisa menanyakan kepada orang-orang yang dapat dipercaya (tsiqah).

Sebelum membicarakan masalah lain, marilah kita renungkan peringatan Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya.”

Demikianlah kisah-kisah orang soleh terdahulu yang memilihkan orang yang baik untuk wanitanya, karena kebaikan agama dan ahklaknya, mereka yakin bahwa seorang yang shalih bila mencintai istrinya ia akan memuliakannya. Namun bila tidak mencintai istrinya, ia tidak akan menghinakannya. Karenanya, janganlah para wali mempersulit urusan pernikahan wanita mereka dengan seseorang yang baik agama dan akhlaknya. Wallahu A'lam