This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM
5 NIKMAT HIDUP BERJAMAAH_RAHMATNYA
5 NIKMAT HIDUP BERJAMAAH
Sebelum
kita membas lebih jauh tentang berjamaah adalah rahmat, agar tidak melebar jauh
pembahasan ini. maka kami akan memberi batasan, Berbicara berjamaah adalah
rahmat, tentu muncul dalam benak kita beberapa pertanyaan,
1. Apa itu
jamaah..?
2. Kenapa
berjamaah itu wajib..?
3. Apa itu
rahmat..?
4. Kenapa
berjamaah adalah rahmat..?
5. Siapa yang
mendapat rahmat..?
PENGERTIAN JAMA’AH
Secara
bahasa Al-Jama’ah berarti Al-Ijtima’ (kesatuan), Al-Jami’ (berkumpul dan
bersama-sama) dan Al-Ijma’ (kesepakatan dan persetujuan). Sedang secara istilah
Al-Jama’ah menurut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dalam sebuah hadist
adalah:
مَا
أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى (رواه الترمذي، حديث حسن)
“Orang
yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (H.R. Tirmidzi, hadits Hasan)
Sedangkan
arti jamaah yang kami kutip dari wikipedia, Jama’ah bisa juga dikatakan wadah. Berjama’ah
itu wajib bagi umat islam karena perintah Allah ﷻ
yang terdapat dalam QS Ali Imran ayat 103, QS An Nisa 59, QS Fath ayat 10
وَاعْتَصِمُوْا
بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ
عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ
فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ
“Dan
berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran 103)
PENGERTIAN RAHMAT
Menurut Dr Habib Abdul Rahman Al-Habsy. ada beberapa pengertian Rahmat seperti dalam Alquran. Nabi Muhammad dan mukjizatnya yaitu Al-Qur’an adalah “rahmatan lil’alamin”, atau rahmat bagi seluruh alam. Bahkan di untusnya Rasulullah adalah rahmat.
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Arti lain dari rahmat adalah nikmat, bisa berupa nikmat kenabian, kemerdekaan, nikmat berjamaah, nikmat sehat, dan masuk surga, semua kenikmatan yang di ridhoi Allah adalah rahmat.
Sedang menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, rahmat berarti:
مَعْنًى يَقُوْمُ بِالْقَلْبِ
يُبْعِثُ صَاحِبَهُ عَلَى الْإِحْسَانِ إِلَى سِوَاهُ
Islam
adalah satu-satunya agama yang mengajak kepada persaudaraan dan terwujudnya
persatuan serta mengecam perpecahan dan perselisihan.
Maka
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam sebagai pembawa Risalah Islam selalu
mengarahkan umatnya untuk menjaga kesatuan (Al-Jama’ah) dan menjauhi
perselisihan dan perpecahan (Al-Firqah).
Terbukti dalam sejarah, para sahabat selalu mengangkat seorang pemimpin yaitu Abu bakar RA untuk menggantikan kepemimpinan islam setelah Rasullullah wafat, dan dilanjutkan Umar RA yang menjadi pemimpin umat islam setelah Abu bakar wafat, dst.
Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
الْجَمَاعَةُ
رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد عن النعمان بن بشير حديث حسن)
“Al-Jama’ah adalah rahmat dan perpecahan
adalah adzab.” (H.R. Ahmad dari Nu’man bin Basyir
dengan derajat hadits Hasan)
Orang yang menetapi jamaah, mentaati Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ serta Ulil Amri (Imam) dengan sabar dan shalat
dan ibadah-ibadah lainnya.
Karena orang tersebut dapat merealisasikan atau mengamalkan
ibadah-ibadah yang sukar dilakukan jika tidak dengan berjamaah.
Pertama,Berjamaah Adalah Merealisasikan Ibadah yang Sangat Penting
Firman Allah :
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ (ال عمران [٣]: ١٠٣)
“Dan berpegangteguhlah kalian kepada
tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian berpecah-belah,”
(Q.S. Ali Imran [3]: 103)
Menurut Asy-Syaikh Dr. Abdullah Al-Muthlaq Ketika menafsirkan
ayat ini berkata:
لُزُوْمُ جَمَاعَةِ
الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ أَهَمِّ الْعِبَادَاتِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا
“Menetapi Jama’ah Muslimin adalah ibadah yang paling penting
yang diperintahkan oleh Allah.”
Kedua, Mewujudkan Kasih Sayang dan Persaudaraan
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا (ال عمران [٣]: ١٠٣
“Dan ingatlah kalian akan nikmat Allah
kepadamu ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
melembutkan hati-hati kalian sehingga dengan nikmat Allah kalian menjadi
bersaudara;” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)
Dengan hidup berjama’ah akan terwujud kasih sayang dan
persaudaraan antara umat Islam sebagaimana yang dirasakan oleh para sahabat
dari suku Aus dan Khazraj.
Sejarah mencatat pada masa Jahiliyah kedua suku itu selalu
bermusuh-musuhan, bahkan sering terjadi peperangan di antara mereka. Tetapi
setelah masuk Islam jadilah mereka bersaudara dan saling menyayangi.
Ketiga, Menyebabkan Turunnya Rahmat dan Berkah
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Celakala engkau sesungguhnya
kebanyakan manusia itu memisahkan diri dari jamaah, sesungguhnya jama’ah adalah
segala sesuatu yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah.”
Dengan berjamaah dapat mempermudah kita dalam beribadah
kepada Allah dengan begitu menyembabkan turunnya rahmat atau nikmat berupa
kedamaian hidup dan keberkahan dari hartanya dan usianya.
Keempat, Bertempat Di Tengah-Tengah Surga
Rasulullah bersabda:
مَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الْإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ (رواه الترمذي والحاكم وصححه
“Barangsiapa dari kalian menginginkan
tinggal di tengah-tengah surga, maka hendaklah berpegang teguh kepada
Al-Jama’ah karena setan bersama orang-orang yang sendirian dan dia dari dua
orang lebih jauh.” (H.R. At-Tirmidzi dan Hakim
menshahihkannya)
Kelima, Menyelamatkan Godaan Setan
Rasulullah bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الْإِنْسَانِ كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاذَّةَ وَالْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ وَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَالْعَامَّةِ (رواه أحمد
“Sesungguhnya setan adalah serigala
terhadap manusia, seperti serigala menerkam kambing yang terasing, menjauh dan
menyisih. Maka janganlah kalian menempuh jalan sendiri dan hendaklah kalian
berjama’ah dan berkumpul dengan orang banyak.”
(H.R. Ahmad)
Dengan berjamaah kita dapat merealisasikan ibadah “Watawa
saubil haq, watawa saubil saber watawa saubil marhamah” untuk saling
nasihat menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, dengan begitu dapat
menyelamatkan dari godaan syaithan.
4 KARAKTER YANG HARUS DIMILIKI OLEH PEMIMPIN
4 KARAKTER YANG HARUS DIMILIKI OLEH PEMIMPIN
Oleh: Irwan Amrullah
Karakter yang harus dimiliki jika kamu sebagai
pemimpin ada pada nabi kita Muhammad ﷺ, ”sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu
bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia
banyak menyebut Allah”. (Q.S Al Ahzab: 21)
Membicarakan masalah kepemimpinan, Islam telah
memberikan rujukan yang pasti untuk umatnya. Didalam Al Qur’an atau hadits
sebagai pedoman telah jelas di sebutkan, Rosulullah SAW adalah karakter terbaik
pemimpin umat. Baik dalam memimpin Islam itu sendiri atau pun dalam hal
memimpin suatu negri.
Sebagai
pemimpin yang teladan, Nabi Muhammad SAW di karuniai oleh Allah SWT empat sifat
utama yang patut di contoh oleh setiap muslim yang ingin menjadi pemimpin negri
ini, yaitu: Shidiq, Amanah, Fathonah dan Tablig.
KARAKTER YANG PERTAMA
Yang pertama yaitu shidiq artinya adalahorang
yang selalu membuktikan ucapannya dengan tindakan atau orang yang selalu
berbuat jujur. Di dalam Al Qur’an di sebutkan “Dan Ibunya (Maryam) adalah
seorang shiddiqah”, (Q.S Al Midah: 75) maksudnya adalah orang yang selalu
berbut jujur.
Kejujuran
adalah syarat utama bagi seorang pemimpin, masyarakat akan memiliki rasa hormat
kepada pemimpin apabila dia di ketahui dan juga terbukti memiliki kualitas
kejujuran yang tinggi. Sikap pemimpin yang jujur adalah manifestasi dari
perkataannya dan perkataannya adalah cerminan dari hatinya.
Nabi
SAW disifati dengan Ash Shadiqul Amin yang berarti jujur dan terpercaya. Sifat
itu telah di ketahui oleh orang-orang Qurasy sebelum diutus menjadi Rasul.
Demikian
pula dengan Nabi Yusuf AS yang disifati dengannya, sebagaimana dalam firmanNya:
“(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru), Yusuf, hai orang yang
amat di percaya”. (Q.S Yusuf: 46)
Khalifah
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga mendapat julukan Ash Shidiq ini menunjukkan
bahwa kejujuran merupakan salah satu perilaku kehidupan yang harus di miliki
oleh siapapun terutama bagi para pemimpin agama ataupun pemimpin suatu negri.
Allah
pun memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar senantiasa bersama
orang-orang yang jujur. “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar.” (QS At Taubah: 119)
Rasulullah
pun bersabda mengenai pentingnya kejujuran:
“Jauhilah
dusta karena dusta akan membawa pada dosa dan dosa membawamu ke neraka.
Biasaknlah berkata jujur karena jujur akan membawamu pada kebajikan dan
kebajikan akan membawamu ke surge”. (HR Bukhari dan Muslim)
KARAKTER YANG KE DUA
Yang kedua yaitu Amanah atau terpercaya.
Amanah juga wajib dimiliki oleh pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah,
pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat diserahkan diatas
pundaknya. Kepercayaan masyarakat berupa penyerahan segala macam urusan kepada
pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahtan bersama.
Terjadi
banyaknya kasus korupsi di negri ini, merupakan bukti nyata bahwa bangsa
Indonesia miskin pemimpin yang amanah. Para pemimpin mulai dari tingkat desa
sampai Negara telah terbiasa mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan cara
memanfaatkan jabatan sebagai jalan pintas
untuk memperkaya diri.
KARAKTER YANG KE TIGA
Yang ketiga yaitu Fathonah yang berarti
cerdas. Kecerdasan seorang pemimpin sangat lah penting, maka dari itu seorng
pemimpin yang baik harus memiliki tingkat kecerdasan yang melebihi dari
masyarakatnya.
Problema
akan menjadi makanan sehari-hari bagi seorang pemimpin, dengan kecerdasannya ia
akan mampu memberikan solusi yang terbaik dan tidak akan mudah frustasi atau
putus asa.
Contoh kecerdasan yang luar biasa juga
dimiliki oleh Sayyidina Umar Bin Khaththab, yitu ketika beliau menerima khabar
bahwa pasukan muslimin yang dipimpin oleh Abu Ubaidah ibnu Jarrah yang sedang
bertugas di Syriaterkena wabah mematikan. Sebagai pemimpin yang bertanggung
jawab, Umar bin Khaththab langsung berangkat dari Madinah menuju Syria. Ketika
sampai di perbatasan, ada khabar bahwa di tempat pasukan keadaan sudah semakin
gawat, semua orang yang masuk ke wilayah tersebut akan terken virus mematikan.
Umr
bin Khaththab pun segera mengambil tindakan untuk mengalihkan perjalanan.
Ketika ditanya tentang sikapnya yang tidak konsisten Beliapun menjawab: “Saya
berpaling dari satu takdir Allah untuk takdir yang lain.”
Pemimpin
yang cerdas akan selalu haus tentang ilmu, karena baginya hanya dengan keimanan
dan keilmuanlah dia akan mendapat derajat yang tinggi di mata manusia dan Sang
Pencipta.
Sebagaimna
firman Allah dalam surat Al Mujadalah: 11 “Allah akan meninggikan
orang-orang beriman diantaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan
beberapa derajat.”
KARAKTER YANG KE EMPAT
Yang keempat Tablig atau komunikatif,
pemimpin sejati adalah pemimpin yang juga memiliki sifat ini. Pemimpin bukan
berhadapan dengan benda mati yang bias digerakkan dan bias dipindah-pindah
sesuai kemuannya sendiri, tetapi pemimpin berhadapan dengan rakyat manusia yang
memiliki beragam kecenderungan. Oleh karena itu Komunikasi yang baik merupakan
kunci terjalinnya hubungan yang harmonis.
Salah
satu ciri kekuatan Komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan
kebenaran meskipun konsekuensinya berat. Seperti dalam hadits disebutkan“Qulil
haqqu walau kaana murran” yang artinya katakanlah yang benar meskipun itu
pahit”.
Tablig
juga dapat diartikan sebagai akuntabel, atau terbuka untuk dinilai.
Akuntabilitas merupakan bagian yang melekat dari kredibilitas. Sehingga
bertambah baik dan benarnya akuntabilitas maka akan semakin bertambah pula
tabungan kredibilitas sebagai hasil dari setoran kepercayaan orang-orang kepada
para pemimpin.
Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2019 nanti,
hendaknya masyarakat bias cerdas dalam memilih calon pemimpinnya. Apalagi
mayoritas penduduknya adalah muslim, muslim harus tau kriteria pemimpin yang
baik pula.
Oleh
karena itu, sudah jelas apa yang ditunjukkan oleh Allah dan di contohkan oleh
Rosulullah SAW.
Sebagai
seorang muslim yang baik hendaknya dapat memilih para pemimpinnya sesuai yang
Allah tunjukkan dan memiliki sifat yang sesuai dengan Rasulullah SAW, agar
tercipta kehidupan yang damai dan sejahtera, terjalin hubungan yang harmonis
antara pemimpin dengan rakyatnya dan negri ini menjadi negri yang baik
(baldatun thayyibah). Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya. Aamiin ya
Rabbal’alamiin.
Wallahu A'lam
29-11-2022
PenaHati
Hadits Maudhu_Derajat Hadits Maudhu’ serta Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu
Pengertian Hadits Maudhu
Kata Maudhu’ berasal dari akar kata موضوع, فهو,
وضعا, يضع,وضع yang artinya diletakkan, dibiarkan,
digugurkan, ditinggalkan, dan dibuat-buat. Dalam istilah, ulama hadits
mendefinisikan Maudhu’ sebagai :
مَا
نُسِبَ ٳل الرّ سول الله عليه وسلّم اِ خْتِلَا قا وكَذبأ ممّا لمْ يَقُلّهُ ٵو
يَفْعَلُه ٵو يَقْرُهُ
"Sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah secara mengada-ada dan bohong dari apa yang tidak dikatakan beliau
atau tidak dilakukan dan atau tidak disetujuinya."
هوالمُخْتَلقُ
المَصْنُوْعُ المُكْذ و بُ عل رسول الله
صل عليه وسلم
"Hadits yang diada-adakan, dibuat, dan
didustakan seseorang (pendusta) yang ciptan ini dinisbatkan kepada
Rasulullah."
Dari definisi diatas menurut kami hadits
Maudhu’ itu sebenarnya bukan hadits yang bersumber dari Rasulullah, hanya saja
dikatakan dari Rasulullah oleh seorang pembohong.
Jadi hadits Maudhu’ adalah hadits yang
dibuat-buat, bukan dasarkan pada perkataan atau perbuatan atau takrir
Rasulullah SAW. Oleh karena itu, sebagian ulama ada yang tidak memasukannya
bagian dari hadits dha’if karena ia
bukan hadits dalam arti yang sebenarnya dan ada juga yang memasukannya.
Derajat Hadits Maudhu’ dan Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu
Hadits maudhu' merupakan hadits yang paling
rendah dan paling buruk. Meriwayatkan hadits maudhu’ hukumnya haram, kecuali
untuk memberi contoh. Kalaupun mengeluarkannya, harus disertai illahnya dan
penjelasan tentang kepalsuannya, karena khawatirkan akan diamalkan oleh orang
yang tidak mengetahui kepalsuannya.
Hadits maudhu’ banyak terdapat dalam kitab
Ar-Raqaiq (kehalusan hati), At-Tarhib wa At-Targhib. Mengamalkan hadits maudlu’
tidak diperbolehkan meskipun sebatas untuk fadhail Al-A’mal.
Mengamalkan hadits maudlu’ akan membuka
peluang bagi munculnya bid’ah, baik dalam aqidah maupun dalam hukum-hukum fiqh.
من حدّ ث
عنّي بِحَدِ يْثٍ يُرَى اَنّهُ كَذِبٌ فَهُوَاَحَدُ الْكَا ذِبِيْنَ
“barangsiapa yang menceritakan hadits dariku
sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta.” (HR. Muslim)
Latar Belakang Lahirnya Hadits Maudhu’
Ahmad Amin berpendapat bahwa asal mula sejarah
munculnya hadits Maudhu adalah pada masa Rasul, karena pendustaan terhadap
beliau. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya sabda beliau :
من كذب
علي متعمدا فليتبوٵ مقعده من النا ر
“Barang siapa yang mendustakan aku dengan
sengaja, maka hendaklah bersiap-siap tinggal dineraka.”
Adapun Dr. Akram Al-Umari berpendapat bahwa
pemalsuan hadits sudah dimulai sejak pertengahan kedua masa pemerintahan Khalifah Usman bin
Affan. Pendapat ini didasarkan pada kemunculan hadits Maudhu’ ketika itu seperti
yang dikatakan oleh Abu Tsaur Al-Fahmi.
Menurut Al-Syaikh Abu Syuhbah
Kemudian Al-Syaikh Abu Syuhbah menyebutkan
bahwa hadits Maudhu’ pertama kali muncul sekitar tahun 40 Hijriyah, yakni
ketika musuh-musuh Islam dari kalangan munafiq zindiq dan Yahudi berusaha
merusak tatanan Islam.
Awal terjadinya hadits Maudhu’ dalam sejarah
munculnya setelah terjadi konflik antara elit politik dan antara dua pendukung
Ali dan Mu’awiyyah, umat Islam menjadai terpecah menjadi 3 kelompok, yaitu
Syi’ah, Khwarij, dan Jumhur Muslimin atau sunni.
Pemalsuan Hadits Pertama Kali
Pemalsuan hadits pertama kali ini dilakukan
oleh kaum Syi’ah yang menjadi lingkungan yang pertama kali tempat timbulnya
pemalsuan ini. Dalam hal ini, al-Zuhri pernah mengatakan bahwa “ Hadits keluar
dari kita sejengkal, kemudian kembali kepada kita dari Irak sehasta.” Malik
menamakan Irak “Dar al-Dlarb” (negeri pencetak) karena disana mereka mencetak
hadits lalu dikeluarkan untuk masyarakat, sama seperti orang mencetak uang dan
dikeluarkan untuk jual-beli.
Mereka mencoba menta’wilkan dan memberikan
interpretasi yang terkadang tidak layak. Mayoritas faktor penyebab timbulnya
hadits Maudhu’ adalah karena tersebarnya bid’ah dan fitnah.
Hadits maudhu’ hanya ditimbulkan dari sebagian
kelompok orang-orang bodoh yang bergelut dalam bidang politik atau mengikuti
hawa nafsunya untuk menghalalkan segala cara.
Walaupun pada mulanya yang menyebabkan timbul pemalsuan hadits, urusan politik, namun sebab – sebab itu kian hari kian bertambah. Maka jika dikumpulkan sebab pemalsuan hadits itu terdapatlah dalam garis besarnya, sebagai dibawah ini:
- persoalan politik dalam hal Khalifah.
- Zandaqah.
- Ashabiyah.
- Keinginan menarik minat para pendengar dengan jalan kisah–kisah pengajaran–penagajaran dan hikayat–hikayat yang menarik menakjubkan.
- Perselisihan paham dalam masalah fiqh dan masalah kalam.
- Pendapat yang membolehkan orang membuat hadits untuk kebaikan.
- Mendekatkan diri kepada pembesar-pembesar negeri.
- Tiadanya Pengetahuan Keagamaan, namun Berkeinginan Berbuat Baik.
Cara Mengetahui Hadits Maudhu’
Hadits Maudhu’ bisa dikenali dari tanda-tanda
yang ada baik dari sanad maupun matannya, adapun tanda-tanda hadits maudhu’
dalam sanad yaitu :
1. Jika perawi itu adalah seorang
pembohong yang diketahui oleh orang banyak tentang kebohongannya itu, tanpa
seorang pun dari kalangan orang handal yang meriwayatkannya.
Para ulama akan memberi perhatian yang sangat
besar untuk memgetahui para pembohong itu dan mereka akan mengikuti dengan
cermat kebohongan itu untuk suatu hadits.
2. Adanya indikasi yang hampir sama dengan
pengakuan. Misalnya, pengakuan Ma’mun bin Ahmad al-Halawi bahwa ia pernah
mendengar dari Hisyam bin ‘Ammar, lalu ditanya oleh al-Hafidh Ibn Hibban “kapan
engkau pergi ke Syiria?” dia menjawab : “ tahun dua ratus lima puluh”, lalu
Ibnu Hibban berkata “ tapi Hisyam yang engkau mengaku meriwayatkan dari padanya
itu telah mati tahun dua ratus empat puluh lima!”,
3. Perawi yang dikenal sebagai seorang
pendusta meriwayatkan suatu hadits seorang diri, dan tidak ada perawi lain yang
tsiqah yang meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukum palsu.
4. Diantara tanda hadits maudhu’ adalah hal
yang ada dalam diri perawi dan dorongan-dorongan psikologismenya.
5. Pengakuan perawi akan kedustaannya, seperti
yang telah dilakukan oleh Abd al-Karim ibn Abi al-‘Awja’ tentang pemalsuan
empat ribu hadits yang tela ia lakukan untuk mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram. Ini merupakan bukti terkuat mengenai kepalsuan hadits.
Sedangkan Tanda-Tanda Hadits Maudhu’ Bila
Dilihat Dari Segi Matannya
1.
Kejanggalan
redaksi yang diriwayatkannya, yang apabila dirasakan oleh pakar bahasa sangat
tidak mungkin berasal dari seorang yang paling fasih berbahasa seperti
Rasulullah, ini bila dalam riwayat tersebut dijelaskan oleh perawi yang
bersangkutan berasal dari redaksi Nabi SAW. Sedangkan bila tidak dijelaskan,
kejanggalan akan sangat terasa dalam maknanya.
2.
Kekacauan
maknanya, misalnya ada hadits-hadits yang dapat dirasakan kedustaannya dengan
perasaan atau akal sehat seperti juga kekasaran suatu hadits dan keberadaannya
termasuk dijadikan pendukung suatu kebenaran tertentu.
3.
Bertentangan
dengan teks-teks al-Qur’an dan al-Sunnah ataupun ijma’.
4.
Setiap hadits
yang tidak sejalan dengan realitas sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW atau
disertai dengan sesuatu yang mengindikasikan ketidak benaran secara historis.
5.
Kesejalan
hadits dengan aliran yang dianut oleh perawinya, dimana perawi itu tergolong
sangat ekstrim.
6.
Hadits itu
menggambarkan hal besar yang seharusnya diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi
diriwayatkan oleh satu orang saja.
7.
Hadits ini
memuat balasan berlipat ganda atau suatu amal kecil, atau ancaman yang sangat
berat atas suatu tindakan yang tak seberapa.
Tanda-Tanda Hadits Maudhu
Para ulama membagi tanda – tanda kemaudhu’an
suatu hadits menjadi dua bagian:
Pertama, Tanda – tanda yang diperoleh pada
sanad, dan Kedua, tanda – tanda yang diperoleh pada matan,
Tanda – Tanda Pada Matan:
1.
Keburukan
susunannya dan keburukan lafadhnya.
2.
Kwrusakan
maknanya.
3.
Menyalahi
keterangan Al-Qur’an yang terag tegas,
keterangan sunnah Mutawatirah dan qaedah – qaedah kulliyah.
4.
Menyalahi hakikat
sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi SAW.
5.
Sesuai hadits
dengan madzhab yang dianut oleh rawi, sedang rawi itu pula orang yang sangat
fanatik kepada Madzhabnya.
6.
Mengandung
(menerangkan) urusan yang menurut seharusnya, kalau dia, dinukilkan oleh orang
ramai.
7.
Menerangkan
suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan yang sangat kecil, atau siksa
yang sangat besar, terhadap suatu perbuatan yang kecil.
Tanda – Tanda Pada Sanad:
1.
Perawi itu
terkenal pendusta dan tiada diriwayatkandits yang ia riwayatkan itu, oleh
selainnya, yang kepercayaan.
2.
Pengakuan
perwai sendiri.
3.
Kenyataan
sejarah mereka tak mungkin bertemu.
4.
Keadaan
perawi – perawi sendir serta pendorong – pendorog yang mendorongnya kepada
membuat hadits.