Hadits Maudhu_Derajat Hadits Maudhu’ serta Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu

 

https://penahati-1307.blogspot.com/

Pengertian Hadits Maudhu

Kata Maudhu’ berasal dari akar kata موضوع, فهو, وضعا,  يضع,وضع   yang artinya diletakkan, dibiarkan, digugurkan, ditinggalkan, dan dibuat-buat. Dalam istilah, ulama hadits mendefinisikan Maudhu’ sebagai :

مَا نُسِبَ ٳل الرّ سول الله عليه وسلّم اِ خْتِلَا قا وكَذبأ ممّا لمْ يَقُلّهُ ٵو يَفْعَلُه ٵو يَقْرُهُ

"Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah secara mengada-ada dan bohong dari apa yang tidak dikatakan beliau atau tidak dilakukan dan atau tidak disetujuinya."

هوالمُخْتَلقُ المَصْنُوْعُ المُكْذ و بُ عل رسول الله  صل عليه وسلم

"Hadits yang diada-adakan, dibuat, dan didustakan seseorang (pendusta) yang ciptan ini dinisbatkan kepada Rasulullah."

Dari definisi diatas menurut kami hadits Maudhu’ itu sebenarnya bukan hadits yang bersumber dari Rasulullah, hanya saja dikatakan dari Rasulullah oleh seorang pembohong.

Jadi hadits Maudhu’ adalah hadits yang dibuat-buat, bukan dasarkan pada perkataan atau perbuatan atau takrir Rasulullah SAW. Oleh karena itu, sebagian ulama ada yang tidak memasukannya bagian dari hadits dha’if  karena ia bukan hadits dalam arti yang sebenarnya dan ada juga yang memasukannya.

Derajat Hadits Maudhu’ dan Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu

Hadits maudhu' merupakan hadits yang paling rendah dan paling buruk. Meriwayatkan hadits maudhu’ hukumnya haram, kecuali untuk memberi contoh. Kalaupun mengeluarkannya, harus disertai illahnya dan penjelasan tentang kepalsuannya, karena khawatirkan akan diamalkan oleh orang yang tidak mengetahui kepalsuannya.

Hadits maudhu’ banyak terdapat dalam kitab Ar-Raqaiq (kehalusan hati), At-Tarhib wa At-Targhib. Mengamalkan hadits maudlu’ tidak diperbolehkan meskipun sebatas untuk fadhail Al-A’mal.

 

Mengamalkan hadits maudlu’ akan membuka peluang bagi munculnya bid’ah, baik dalam aqidah maupun dalam hukum-hukum fiqh.

من حدّ ث عنّي بِحَدِ يْثٍ يُرَى اَنّهُ كَذِبٌ فَهُوَاَحَدُ الْكَا ذِبِيْنَ

barangsiapa yang menceritakan hadits dariku sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta.” (HR. Muslim)

Latar Belakang Lahirnya Hadits Maudhu’

Ahmad Amin berpendapat bahwa asal mula sejarah munculnya hadits Maudhu adalah pada masa Rasul, karena pendustaan terhadap beliau. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya sabda beliau :

من كذب علي متعمدا فليتبوٵ مقعده من النا ر

“Barang siapa yang mendustakan aku dengan sengaja, maka hendaklah bersiap-siap tinggal dineraka.”

Adapun Dr. Akram Al-Umari berpendapat bahwa pemalsuan hadits sudah dimulai sejak pertengahan  kedua masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Pendapat ini didasarkan pada kemunculan hadits Maudhu’ ketika itu seperti yang dikatakan oleh Abu Tsaur Al-Fahmi.

Menurut Al-Syaikh Abu Syuhbah

Kemudian Al-Syaikh Abu Syuhbah menyebutkan bahwa hadits Maudhu’ pertama kali muncul sekitar tahun 40 Hijriyah, yakni ketika musuh-musuh Islam dari kalangan munafiq zindiq dan Yahudi berusaha merusak tatanan Islam.

Awal terjadinya hadits Maudhu’ dalam sejarah munculnya setelah terjadi konflik antara elit politik dan antara dua pendukung Ali dan Mu’awiyyah, umat Islam menjadai terpecah menjadi 3 kelompok, yaitu Syi’ah, Khwarij, dan Jumhur Muslimin atau sunni.

Pemalsuan Hadits Pertama Kali

Pemalsuan hadits pertama kali ini dilakukan oleh kaum Syi’ah yang menjadi lingkungan yang pertama kali tempat timbulnya pemalsuan ini. Dalam hal ini, al-Zuhri pernah mengatakan bahwa “ Hadits keluar dari kita sejengkal, kemudian kembali kepada kita dari Irak sehasta.” Malik menamakan Irak “Dar al-Dlarb” (negeri pencetak) karena disana mereka mencetak hadits lalu dikeluarkan untuk masyarakat, sama seperti orang mencetak uang dan dikeluarkan untuk jual-beli.

Mereka mencoba menta’wilkan dan memberikan interpretasi yang terkadang tidak layak. Mayoritas faktor penyebab timbulnya hadits Maudhu’ adalah karena tersebarnya bid’ah dan fitnah.

Hadits maudhu’ hanya ditimbulkan dari sebagian kelompok orang-orang bodoh yang bergelut dalam bidang politik atau mengikuti hawa nafsunya untuk menghalalkan segala cara.

Walaupun pada mulanya yang menyebabkan timbul pemalsuan hadits, urusan politik, namun sebab – sebab itu kian hari kian bertambah. Maka jika dikumpulkan sebab pemalsuan hadits itu terdapatlah dalam garis besarnya, sebagai dibawah ini:

  1.  persoalan politik dalam hal Khalifah. 
  2.  Zandaqah.
  3.  Ashabiyah. 
  4. Keinginan menarik minat para pendengar dengan jalan kisah–kisah pengajaran–penagajaran dan hikayat–hikayat yang menarik menakjubkan.
  5. Perselisihan paham dalam masalah fiqh dan masalah kalam.
  6. Pendapat yang membolehkan orang membuat hadits untuk kebaikan.
  7. Mendekatkan diri kepada pembesar-pembesar negeri.
  8. Tiadanya Pengetahuan Keagamaan, namun Berkeinginan Berbuat Baik.

Cara Mengetahui Hadits Maudhu’

Hadits Maudhu’ bisa dikenali dari tanda-tanda yang ada baik dari sanad maupun matannya, adapun tanda-tanda hadits maudhu’ dalam sanad yaitu :

1. Jika perawi itu adalah seorang pembohong yang diketahui oleh orang banyak tentang kebohongannya itu, tanpa seorang pun dari kalangan orang handal yang meriwayatkannya.

Para ulama akan memberi perhatian yang sangat besar untuk memgetahui para pembohong itu dan mereka akan mengikuti dengan cermat kebohongan itu untuk suatu hadits.

2. Adanya indikasi yang hampir sama dengan pengakuan. Misalnya, pengakuan Ma’mun bin Ahmad al-Halawi bahwa ia pernah mendengar dari Hisyam bin ‘Ammar, lalu ditanya oleh al-Hafidh Ibn Hibban “kapan engkau pergi ke Syiria?” dia menjawab : “ tahun dua ratus lima puluh”, lalu Ibnu Hibban berkata “ tapi Hisyam yang engkau mengaku meriwayatkan dari padanya itu telah mati tahun dua ratus empat puluh lima!”,

3. Perawi yang dikenal sebagai seorang pendusta meriwayatkan suatu hadits seorang diri, dan tidak ada perawi lain yang tsiqah yang meriwayatkannya, sehingga riwayatnya dihukum palsu.

4. Diantara tanda hadits maudhu’ adalah hal yang ada dalam diri perawi dan dorongan-dorongan psikologismenya.

5. Pengakuan perawi akan kedustaannya, seperti yang telah dilakukan oleh Abd al-Karim ibn Abi al-‘Awja’ tentang pemalsuan empat ribu hadits yang tela ia lakukan untuk mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Ini merupakan bukti terkuat mengenai kepalsuan hadits.

Sedangkan Tanda-Tanda Hadits Maudhu’ Bila Dilihat Dari Segi Matannya

1.      Kejanggalan redaksi yang diriwayatkannya, yang apabila dirasakan oleh pakar bahasa sangat tidak mungkin berasal dari seorang yang paling fasih berbahasa seperti Rasulullah, ini bila dalam riwayat tersebut dijelaskan oleh perawi yang bersangkutan berasal dari redaksi Nabi SAW. Sedangkan bila tidak dijelaskan, kejanggalan akan sangat terasa dalam maknanya.

2.      Kekacauan maknanya, misalnya ada hadits-hadits yang dapat dirasakan kedustaannya dengan perasaan atau akal sehat seperti juga kekasaran suatu hadits dan keberadaannya termasuk dijadikan pendukung suatu kebenaran tertentu.

3.      Bertentangan dengan teks-teks al-Qur’an dan al-Sunnah ataupun ijma’.

4.      Setiap hadits yang tidak sejalan dengan realitas sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW atau disertai dengan sesuatu yang mengindikasikan ketidak benaran secara historis.

5.      Kesejalan hadits dengan aliran yang dianut oleh perawinya, dimana perawi itu tergolong sangat ekstrim.

6.      Hadits itu menggambarkan hal besar yang seharusnya diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi diriwayatkan oleh satu orang saja.

7.      Hadits ini memuat balasan berlipat ganda atau suatu amal kecil, atau ancaman yang sangat berat atas suatu tindakan yang tak seberapa.

Tanda-Tanda Hadits Maudhu

Para ulama membagi tanda – tanda kemaudhu’an suatu hadits menjadi dua bagian:

Pertama, Tanda – tanda yang diperoleh pada sanad, dan Kedua, tanda – tanda yang diperoleh pada matan,

Tanda – Tanda Pada Matan:

1.      Keburukan susunannya dan keburukan lafadhnya.

2.      Kwrusakan maknanya.

3.      Menyalahi keterangan  Al-Qur’an yang terag tegas, keterangan sunnah Mutawatirah dan qaedah – qaedah kulliyah.

4.      Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi SAW.

5.      Sesuai hadits dengan madzhab yang dianut oleh rawi, sedang rawi itu pula orang yang sangat fanatik kepada Madzhabnya.

6.      Mengandung (menerangkan) urusan yang menurut seharusnya, kalau dia, dinukilkan oleh orang ramai.

7.      Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar, terhadap suatu perbuatan yang kecil.

Tanda – Tanda Pada Sanad:

1.      Perawi itu terkenal pendusta dan tiada diriwayatkandits yang ia riwayatkan itu, oleh selainnya, yang kepercayaan.

2.      Pengakuan perwai sendiri.

3.      Kenyataan sejarah mereka tak mungkin bertemu.

4.      Keadaan perawi – perawi sendir serta pendorong – pendorog yang mendorongnya kepada membuat hadits.

0 Komen-Komen:

Post a Comment