Islam
menempatkan manusia itu tidak saja dalam dimensi individu, akan tetapi juga
dalam dimensi sosial sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu tugas dan
kewajiban syar’i disampaikan kepadanya secara bersama-sama. Inilah kewajiban
atau syi’ar yang ada. Kewajiban ini merupakan pelindung bagi syi’ar-syi’ar
lainnya. Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban bagi setiap orang yang
merupakan keistimewaan untuk menegakkan syi’ar-syi’ar Islam.
B. Pengertian
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Menurut
bahasa, amar ma’ruf nahi mungkar yaitu menyuruh kepada kebaikan,
mencegah dari kejahatan, Amar: menyuruh, Ma’ruf : kebaikan, Nahi : mencegah,
Mungkar : kejahatan. Ada
beberapa pengertian mengenai amar ma’ruf nahi mungkar:
Abul A’la al-Maududi menjelaskan: bahwa tujuan yang utama
dari syariat ialah untuk membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat
(kebaikan-kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan
kejahatan-kejahatan.
Dalam bukunya, Maududi memberikan pengertian tentang apa
yang dimaksud dengan ma’ruf dan munkar adalah sebagai berikut: Istilah ma’rufat (jamak dari makruf) itu menunjukkan
semua kebaikan-kebaikan dan sifat-sifat yang baik sepanjang masa diterima oleh
hati nurani manusia sebagai suatu yang baik, sebaliknya istilah munkarat
(jamak dari munkar) menunjukkan semua dosa dan kejahatan-kejahatan yang
sepanjang masa telah di kutuk oleh watak manusia sebagai suatu hal yang jahat.[1]
1.
Dijelaskan dalam firman Allah Surat
Ali Imran: 104
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran: 104)
Tafsirul
mufrodat:
Al-Ummah: Golongan yang terdiri dari banyak
individu yang antara mereka terdapat ikatan yang menghimpun, dan persatuan yang
membuat mereka seperti berbagai organ dalam satu tubuh.
Al-Khairu: Sesuatu yang di dalamnya terkandung
kebajikan bagi umat manusia dalam masalah agama dan duniawi.
Al-Ma’ruf: Apa yang dianggap baik oleh syariat
dan akal. Dan kata munkar ialah lawan katanya.[2]
Penjelasan
ahli-ahli tafsir mempunyai dua pendapat tentang sifat perintah atau unsur hukum
yang terkandung dalam ayat tersebut.
Pendapat pertama mengatakan, bahwa
hukum melaksanakan amar makruf nahi munkar ialah fardu kifayah, sebab di dalam
ayat itu hanya diterangkan hendaklah kamu tergolong ummat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar.
Pendapat kedua bahwa hukumnya ialah
fardlu ain, yaitu wajib bagi setiap pribadi muslim dan muslimah, Orang yang diajak bicara dalam ayat ini ialah kaum mukmin
seluruhnya. Mereka terkena taklif agar memilih suatu golongan yang melaksanakan
kewajiban ini.
Realisasinya adalah hendaknya masing-masing anggota kelompok
tersebut mempunyai dorongan dan mau bekerja untuk mewujudkan hal ini, dan
mengawasi perkembangannya dengan kemampuan optimal, sehingga bila mereka
melihat kekeliruan atau penyimpangan dalam hal ini (amar makruf nahi munkar),
mereka segera mengembalikannya ke jalan yang benar.
Berdasarkan ayat di atas, maka perkataan “minkum”
pada ayat tersebut adalah “mimbayaniyah” yang hanya menunjukkan tentang
jenis yang dikenakan perintah itu. Maka berdasar atas pendapat itu, tiap-tiap
orang, tiap-tiap pribadi, asal masuk dalam golongan ummat Islam mendapat
perintah wajib melakukan amar makruf nahi munkar itu. [3]
Penafsiran al-Maraghi dalam surat
Ali Imran ayat 110, tentang fungsi dan kedudukan kaum muslimin dalam menghadapi
tugas kemasyaratan.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.
(Ali Imran : 110)
Tafsirul
Mufrodat
Kuntum:
kalian dijadikan dan diciptakan
Ukhrijat:
Umat yang ditampakkan, sehingga
membeda dan diketahui.
Penjelasan
Di sini amar makruf nahi munkar penyebutannya didahulukan di
banding iman kepada Allah, padahal iman itu selalu berada di depan dari
berbagai jenis ketaatan. Hal ini lantaran amar makruf nahi munkar merupakan
pintu keimanan dan yang memeliharanya. Jadi didahulukan keduanya hal tersebut
dalam penuturan adalah sesuai dengan kebiasaan yang terjadi dikalangan umat
manusia, yaitu menjadikan pintu berada di depan segala sesuatu. [4]
3.
Surat al-A’raf : 157
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ
النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي
التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ
فَالَّذِينَ ءَامَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ
الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(Yaitu) orang-orang yang mengikut
Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan
Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang
dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.
Penjelasan
يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
Maksudnya,
bahwa Nabi yang ummi itu hanya menyuruh yang baik-baik saja dan
tidak melarang kecuali yang buruk, sebagaimana kata Abdu ‘l-lah bin Mas’ud, “apabila
kamu mendengar firman Allah, ya ayyuha ‘l-ladzina amanu, maka pasanglah
telingamu untuk mendengarkannya, karena firman (yang didahului dengan, ya
ayyuha ‘l-ladzina amanu, penjelasan itu memuat kebaikan yang kamu di suruh
melakukannya, atau keburukan yang dilarang mengerjakannya”.
Dan
perintah Nabi Muhammad SAW, yang terpenting diantaranya ialah suruhan untuk
beribadah kepada Allah semata, tanpa menyekutukan Dia dengan yang lain. Adapun
larangannya yang terpenting adalah larangan yang menyembah selain Allah, dan
memang demikianlah ajaran semua Rasul yang pernah di utus Allah dan soal
ibadah. [5]
4.
Surat Luqman : 17
يَابُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ
إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
Tafsirannya :
Lafadz: وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ
Dan perintahkanlah orang lain supaya membersihkan dirinya,
sebatas kemampuan. Maksudnya, supaya jiwanya menjadi suci dan demi untuk
mencapai keberuntungan.
وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Dan cegahlah manusia dari semua perbuatan durhaka terhadap
Allah, dan dari mengerjakan larangan-larangan-Nya yang membinasakan pelakunya,
serta menjerumuskannya ke dalam adzab neraka yang apinya menyala-nyala, yaitu
neraka jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali adalah neraka jahanam. [6]
5. Surat al-Hajj: 41, al-Maraghi
tentang kewajiban amar makruf nahi munkar.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي
الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ
وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ(الـحج :41)
(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Penjelasannya :
Orang-orang yang diusir dari kampung halamannya ialah
orang-orang yang apabila kami meneguhkan kedudukan mereka di dalam negeri, lalu
mengalahkan kaum musyrikin, lalu mereka taat kepada Allah, mendirikan sholat,
seperti yang diperintahkan kepada mereka, mengeluarkan zakat, menyuruh orang
untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh syariat dan melarang melakukan
kemusyrikan, serta kejahatan.
Kemudian Allah menjanjikan akan meninggikan
apakah dia akan membalasnya dengan pahala ataukah dengan siksa di akhirat. [7]
6.
Surat at-Taubah : 112, tentang sifat
orang yang beriman:
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ
الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآمِرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ
وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
Mereka itu adalah orang-orang yang
bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang melawat, yang ruku`, yang
sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mu'min itu.
Surat at-Taubah ada penjelasan tentang sifat-sifat
orang yang beriman atau orang-orang mukmin yang sempurna imannya yang mana
Allah telah memberi (menukar) diri dan harta mereka dengan surga.
Ayat di atas menafsirkan al
amiruna bil ma’ruf, wa a-nahuna ‘ani al-munkar = orang-orang yang
mengajak kepada keimanan dengan segala akibatnya, dan orang-orang yang mencegah
dari kemusyrikan dengan segala akibatnya. [8]
7.
Surat Ali Imron : 114
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ
Mereka beriman kepada Allah dan hari
penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar
dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk
orang-orang yang saleh.
Penjelasan :
Dalam kitab tafsir al-Maraghi jilid 10
يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
Ayat ini, Allah menyifati kaum mukminin dengan lima
sifat yang sama sekali berlawanan dengan sifat kaum munafik, yaitu :
1. Mereka menyuruh melakukan perbuatan
yang makruf, sedangkan kaum munafik menyuruh perbuatan yang munkar.
2. Mereka mencegah melakukan perbuatan
yang munkar, sedangkan kaum munafik mencegah melakukan perbuatan yang makruf.
Kedua sifat ini merupakan pagar segala keutamaan dan benteng
penghalang tersebarnya segala keburukan.
3. Mereka melaksanakan shalat dengan
sebaik dan sempurna mungkin dengan khusu’, tapi orang-orang munafik jika
melaksanakan shalat dengan bermalas-malasan dan ruja’ terhadap manusia.
4. Mereka mengeluarkan zakat yang
diwajibkan atas mereka dan sedekah tathawwu’ (sukarela) yang mereka di
berkati untuk itu, tetapi orang munafik sebaliknya.
5. Mereka terus melaksanakan ketaatan,
dengan meninggalkan larangan-Nya dan mengerjakan segala perintah-Nya menurut
kemampuan mereka, tetapi orang-orang munafik malah sebaliknya. [9]
Penafsiran Surat Ali Imran: 144 (dalam tafsir Ibnu Katsir I)
Dijelaskan: “Mereka beriman kepada Allah dan hari
penghabisan mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar
dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk
orang-orang yang saleh”. Mereka itulah yang disebut dalam firman Allah, “dan
sesungguhnya diantara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada
apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedang
mereka berendah hati kepada Allah”. [10]
8.
Surat at-Taubah : 71
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
C. DAFTAR PUSTAKA
[1]
M. Yunan Nasution, Pegangan Hidup (3), Penerbit Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia, 1981, hlm. 30-31
[2]
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tarjamah Tafsir al-Maraghi, CV. Toha Putra,
Semarang, 1987, jilid IV, hlm. 31-32
[3]
M. Yunan Nasution, Pegangan Hidup (3), hlm. 32-3
[4]
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tarjamah Tafsir al-Maraghi, hlm. 4
[5]
Ibid., jilid 9, hlm. 148
[6]
Ibid., hlm. 45
[7]
Ibid., hlm. 44
[8]
Ibid., jilid II, hlm. 4
[9]
Ibid., hlm. 270-271
[10]
Muh. Nasib ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Katsir I, Gema Insani, Jakarta, 1999,
hlm. 571
Wallahu A'lam
09. November. 2022 PenaHati
Artikel Lainnya:
0 Komen-Komen:
Post a Comment