الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri, ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka) Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi, jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (Q.S. An-Nisaa (4) : 34)
Kesetaraan Gender Menurut Asbabun Nuzul
Pada suatu hari datanglah seorang wanita menghadap Rasulullah Saw untuk mengadukan suatu masalah, yaitu ia ditampar mukanya oleh sang suami. Kemudian Rasulullah Saw bersabda “Suamimu itu harus diqishas (dibalas)”.
Sehubungan dengan sabda Rasulullah saw itu Allah Swt menurunkan ayat ke 34-35 yang dengan tegas memberikan ketentuan, bahwa bagi orang laki-laki ada hak untuk mendidik istrinya yang melakukan penyelewengan terhadap haknya selaku istri. Setelah mendengar keterangan ayat ini wanita itu pulang dengan tidak menuntut qishas kepada suaminya yang telah menampar mukanya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari beberapa jalan yang bersumber dari Al-Hasan. Dan dari sumber Ibnu Juraij dan As-Suddi: Bahwa ada seorang istri yang mengadu kepada Rasulullah Saw karena ditampar oleh suaminya (golongan Anshar) dan menuntut qishash (balas). Nabi Muhammad mengabulkan tuntutan itu.
Maka turunlah ayat “Wala ta’jal bil qur’ani min qalbi an yaqdha ilaika wahyuhu” (Thaha ayat 114) sebagai teguran kepadanya dan ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 34) sebagai ketentuan hak suami di dalam mendidik istrinya.
Dan riwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari ‘Ali: Bahwa seorang Anshar menghadap Rasulullah Saw bersama istrinya. Istrinya berkata : “Ya Rasulallah, ia telah memukul saya sehingga berbekas di muka saya”. Maka bersabdalah Rasul Saw : “Tidaklah berhak ia berbuat demikian”. Maka turunlah ayat tersebut di atas (An-Nisa ayat 34) sebagai ketentuan cara mendidik.
Tafsir
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karna Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”
Dengan kata lain, lelaki itu pengurus bagi wanita, yakni pemimpinnya, kepalanya yang mendidiknya jika menyimpang. Dan diantara tugas melindungi dan memelihara mereka, sebagai konsekuensi dari tugas ini, kaum laki-laki diwajibkan berperang sedang kaum wanita tidak, karena perang termasuk.
Perkara perlindungan yang paling khusus, dan kaum laki-laki memperoleh bagian lebih besar dalam hal harta pusaka dari pada wanita, karna kaum lelaki berkewajiban memberi nafkah, sedangkan kaum wanita tidak.
Keutamaan atau kelebihan laki-laki terbagi menjadi dua yaitu keutamaan yang bersifat fitriy, yaitu kuasaan fisik dan kesempurnaannya di dalam kejadian, kemudian implikasinya adalah kekuatan akan dan kebenaran berpandangan dasar-dasar dan tujuan berbagai perkara, dan keutamaan yang bersifat kasbiy, yaitu kemampuannya untuk berusaha mencari rizki dan melakukan pekerjaan-pekerjaan. Oleh karena itu, kaum laki-laki dibebani memberi nafkah kepada kaum wanita dan memimpin rumah tangga.
Hal ini karna Allah melebihkan kaum lelaki atas kaum wanita dalam perkara kejadian, dan memberi kekuatan yang tidak diberikan oleh kaum wanita, dan melebihkan atas kaum wanita dengan kemampuan memberi nafkah dari hartanya, di dalam mahar terdapat suatu pengganti untuk menerima kepemimpinan kaum lelaki atas mereka.
Dan karna Laki-laki juga memiliki keutamaan di atas wanita. Maka sangatlah sesuailah bila dikatakan bahwa lelaki adalah pemimpin bagi wanita. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain, yaitu firmannya:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya.’’ (Al-Baqarah: 228)
Yang dimaksud dengan Al-Qiyam ialah kepemimpinan, yakni orang dipimpin bertidak sesuai dengan kehendak yang memimpin, sebab makna Al-qiyam adalah bimbingan dan pengawasan didalam melaksanakan apa-apa yang ditunjukan oleh suami dan memperhatikan segala perbuatannya.
Sebagai contoh menjaga rumah, tidak meninggalkannya tanpa seizin suami, meskipun berziarah kepada kaum kerabat tanpa seijin suami, menentukan nafkah didalam rumah dan hanya melaksanakan ketentuan itu menurut cara yang di ridhai oleh suami dan sesuai dengan kondisi, lapang atau sempit.
Kewajiban suami dalam melindungi dan mencukupi kebutuhan istrinya sangat beragam, sesuaikan dengan kemungkinannya untuk melaksanakan tugasnya yang bersifat fitriyah, seperti mencukupi kebutuhan istri saat mereka mengadung, melahirkan dan saat mendidik anak-anaknya. Sampai ia merasa aman akan rahasia yang ada padanya, dan masalah rizki kebutuhan merasa tercukupi.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An-Nisa: 34) Yakni menjadi kepala atas mereka, seorang istri diharuskan taat pada suaminya, dengan berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga harta dan kehormatan suami.
Dan juga karena kaum laki-laki lebih afdhal dari pada kaum wanita, maka dari itu nubuwah (kenabian) hanya khusus bagi kaum laki-laki. begitupun menjadi seorang pemimpin atau raja.
Didalam sebuah hadist disebutkan:
لن يفلح فوم ولوا أمرهم امرأة
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka dipegang oleh seorang wanita.”
Hadis riwayat Imam bukhari melalui Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya.
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Maka perempuan-perempuan yang shaleh, adalah yang taat kepada Allah.”
Wanita-wanita yang shalihah yang taat pada suaminya dan hubungan- hubungan yang biasa, berlaku antara mereka diwaktu mereka berdua-duaan, seperti rafas (hubungan badaniyah) dan urusan-urusan khusus yang berkenaan dengan suami-istri, mereka tidak mengijinkan seorang lelakipun untuk melihat-melihat kepadanya, meski ia kerabatnya, dan lebih-lebih hendaknya memelihara kehormatan dari jamahan tangan, pandangan mata, dan pendengaran telinga yang khianat, bertutur kata dan berbuat sesuatu sesuai fitrah muslimah yang sudah bersuami.
Firman-Nya bimaa hafizallah, berarti disebabkan Allah memerintahkan supaya memeliharanya, lalu mereka mentaatinya dan tidak mentaati hawa nafsu,
Didalam ayat ini terdapat nasihat yang agung dan penghalang bagi kaum wanita untuk menyebarkan rahasia-rahasia suami istri, dan juga kaum wanita wajib memelihara harta kaum lelaki dan hal-hal yang berhubungan dengan itu dari kehilangan.
Dalam hadist yang riwayatkan oleh Ibnu jarir dan Baihaqi dari Abu Huraira ra, ia berkata:
“sebaik-baik istri yang apa bila engkau memandangnya, maka ia menyenangkan mu, apa bila engkau memerintahnya maka ia mentaaatimu, dan apa bila engkau tidak berada di sisinya, maka ia akan memeliharamu terhadap hartamu dan dirinya.’’
Terhadap wanita seperti ini, lelaki tidak ada kekuasaan untuk mendidiknya, karena tidak ada hal yang mengharuskan dia memberi pendidikan padanya.
وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُن
“Perempuan-perempuan yang kamu kawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkan mereka ditempat tidur (pisah ranjang),dan kalau perlu pukullah mereka.”
Wanita-wanita yang kamu kawatirkan Nusyuz ialah tinggi diri atau bersikap sombong dan tidak menjalankan hak suami istri menurut cara yang kalian ridhoi, maka hendaknya kalian (lelaki) memperlakukan cara-cara sebagai berikut:
Yang pertama, hendaknya kalian memberikan nasihat yang menurut pandangan kalian dapat menyentuh hati mereka, sebab di atara kaum wanita ada yang cukup diingatkan akan hukuman dan kemurkaan Allah, di antara mereka ada yang hatinya tersentuh oleh ancaman dan peringatan akan akibat yang buruk di dunia, seperti ditahan untuk mendapat kesenangannya, misalnya pakaian,perhiasan dan sebagainya.
Yang kedua, hendaknya memisahkan diri dari tempat tidur dengan cara berpaling, adat telah berlaku, bahwa berkumpul di pembaringan dapat menggerakkan perasaan-perasaan suami istri, sehingga masing-masing keduanya terasa tenang dan hilanglah berbagai goncangan yang terjadi sebelum itu.
Perlakuan suami seperti itu akan menarik istri untuk bertanya tentang sebab-sebab suami meninggalkannya dari tempat tidur, tetapi jika cara itu tidak berhasil, maka suami boleh menggunakan cara berikut.
Dan yang ketiga, suami boleh memukul, asalkan pukulan itu tidak menyakiti atau melukainya, akan tetapi jika para perempuan (istri) sadar dan menjadi baik dan mau mendengarkan nasihat karena di pisahkan dari tempat tidurnya, maka hendaknya dengan cara cukup demikian, sebab kita di perintahkan berlaku lembut terhadap wanita (istri), tidak menganiaya, dan menahan mereka dengan cara yang ma’ruf atau mencerai dengan cara yang makruf pula.
Ringkasnya memukul merupakan tindakan perbaikan yang pahit yang tidak dikehendaki oleh suami yang baik dan mulia, akan tetapi tindakan ini tidak bisa dihilangkan dari kehidupan suami istri, kecuali keduanya mengetahuai akan hak-haknya, agama mempunyai peran dan pengaruh yang besar terhadap jiwa-jiwa yang menjadikannya slalu ingat kepada Allah di stiap kondisi.
Kemudian Allah menganjurkan supaaya menanam hubungan yang baik antara lelaki dan perempuan (suami istri),
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا
“tetapi jika mereka mentaatimu,maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.”
Apabila mereka mentaati kalian dengan salah satu di antara cara-cara mendidik ini, maka janganlah kamu berbuat aniaya, janganlah pula melampui batas. Mulailah dengan memberi nasihat, jika tidak cukup, maka tinggalkan dari tempat tidur, jika tidak cukup, maka pukullah, jika ketiga cara tersebut tidak berhasil, maka adakanlah tahkim, maka hal-hal lahir telah cukup menjadi bukti, maka janganlah saling mengungkit-ungkit rahasia.
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Sungguh, Allah maha tinggi, maha besar.”
Allah mengingatkan hambanya akan kekuasaan-Nya atas mereka, agar mereka takut kepadanya dalam memperlakukan kaum wanita, seakan dia berfirman kepada mereka, “sesungguhnya kekuasaan-nya atas kalian melebihi kekuasaan kalian atas istri, maka jika kalian berbuat aniaya terhadap mereka, dia akan menyiksa kalian, dan jika kalian memaafkan kesalahan-kesalahan mereka, niscaya dia akan menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian."
Tidak diragukan lagi, lelaki yang memperbudak wanita akan melahirkan budak bagi orang lain, karena mereka terdidik dengan kezhaliman dan tidak mempunyai kehormatan, sifat-sifat baik dan belas kasihan.
Kalau dalam bahasa inggris gender berarti jenis kelamin. Dalam Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan yang mengandung prinsip-prinsip kesetaraan seperti laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba (QS. Al-Zariyat (51) 56), laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah dibumi (QS.Al Baqarah (3) 30), laki-laki dan perempuan sama-sama menerima perjanjian (QS. Al-A’raf (7) 172),
Perbedaannya Cuma dalam tugas dan penempatannya, laki-laki (suami) bertugas menjadi kepala rumah tangga (pemimpin) yang mencukupi nafkah lahir batin keluarganya dengan bekerja.
Sedangkan istri bertugas mengatur keuangan suami, mengatur dan merawat anak-anak mereka, menjaga harta dan kehormatan suami, serta melaksanakan tugas yang setujui oleh (suaminya).
Jadi pada intinya suami, istri dan anak, sama-sama bertugas untuk menciptakan keluarga yang harmonis sesuai dengan penempatannya yang pas, yang sesuai dengan fitrahnya dan tidak keluar dari batas-batas yang di tetapkan syara’ atau hukum-hukum islam.
Walaupun lelaki mempunyai kelebihan atau keutamaan yang tidak miliki wanita, bukan berarti laki harus bersikap sombong, angkuh dan memandang rendah wanita, karna pada hakekatnya yang paling mulia sisi ALLAH ialah orang yang paling bertakwa.
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ.
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."
Yang membedakan keutamaan kita disisi Allah SWT adalah ketakwaan kita, bukan dari keturunan, nasab dan kedudukannya.
0 Komen-Komen:
Post a Comment