Ribuan warga Yordania (Amman) mengikuti pawai
besar-besaran yang diselenggarakan oleh gerakan Islam pada kota Amman untuk
menunjukkan dukungan perlawanan Palestina padaTepi Barat yang diduduki.
Pawai tersebut menandai peringatan 105 tahun
Deklarasi Balfour Inggris, yang berjanji untuk mendirikan negara Yahudi pada tanah
Palestina.
Dikutip dari Quds Press, Penyelenggara pawai
menyatakan, hal ini dimaksudkan untuk mengirim pesan dukungan dan solidaritas
kepada warga Palestina yang ada di Gaza, Hebron, Nablus, Jenin, Yerusalem dan
semua kota Palestina yang sudah sekian lama menjadi sasaran serangan brutal
Israel setiap hari.
Para pengunjuk rasa mengutuk Deklarasi Balfour
dan menyesalkan ketidakpedulian Arab dan Internasional perjuangan Palestina,
Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa.
“Kami juga mengutuk agresi harian yang
dilakukan pasukan Israel terhadap pemukim warga Palestina, properti dan tempat suci
mereka, ” teriakan pengunjuk rasa sambil mengangkat slogannya.
Pengunjuk rasa mendesak pemerintah Kerajaan
Hashemite segera memutuskan hubungannya dengan pendudukan Israel, sambil
menekankan, ini adalah waktu untuk menunjukkan solidaritas dengan Yerusalem danMasjid Al-Aqsa.
Pawai yang terselenggara itu, selain memberikan
dukungan rakyat Palestina Tepi Barat juga untuk memberikan dukungan Rakyat
Palestina yang beradab Gaza yang sudah lama telah diblokade oleh Israel.
Membahas isu Palestina-Israel, patut dicermati
secara historis agar status kedudukannya bisa diidentifikasi dengan benar.
Menurutnya, apa yang dilakukan Israel terhadap Palestina adalah “settler
colonialism” atau kolonialisme yang dilakukan oleh sekelompok penduduk.
Apabila dirunut jauh ke belakang, akar
masalahnya bisa diidentifikasi dari Deklarasi Balfour pada tahun 1917.
Deklarasi tersebut berisi surat dari pemerintah Inggris yang dikirim kepada
tokoh pemimpin Yahudi Inggris bernama Rothschild.
Dalam isi surat itu, Inggris menjanjikan kaum
Yahudi bahwa tanah Palestina akan dijadikan “national home” atau rumah nasional
kaum tersebut.
Enam tahun kemudian, pada tahun 1923, Liga
Bangsa-Bangsa menyerahkan Mandat atas Palestina kepada Inggris. Mandat tersebut
berisi wilayah yang kini terdiri dari Yordania, Israel, dan Palestina, yang
diserahkan kepada administrasi Inggris hingga tahun 1948.
Dengan demikian, dalam kurun waktu tersebut
terjadi eksodus orang Yahudi besar-besaran dari Eropa ke Palestina.
Hingga pada tahun 1922, jumlah orang Yahudi
yang berada di Palestina berjumlah 83.794 jiwa. Lalu pada tahun 1947, populasi
kaum Yahudi di tanah Palestina berada pada kisaran angka 630.000 jiwa.
Dengan kata lain, dalam kurun waktu 25 tahun
tersebut, populasi warga Yahudi di Palestina meningkat delapan kali lipat.
Pada 1947, setelah pendiriannya dua tahun
sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi PBB No. 181.
Resolusi tersebut berisi pembagian dua wilayah yang kini sedang diduduki oleh
Israel. Sebesar 45% wilayah tersebut dialokasikan kepada negara Palestina, 55%
lainnya diberikan kepada Israel.
Sementara itu, Yerusalem berada di bawah
kontrol internasional. Wilayah ini disebut juga sebagai orpus separatum atau
entitas terpisah. Pada dasarnya, wilayah ini seharusnya bersifat netral gimana pasukan
pengaman militer non-eksisten. Pengelolaannya dilakukan oleh dewan perwalian
yang berafiliasi dengan PBB.
Akan tetapi, yang terjadi pada 1948 tidak
sesuai dengan perjanjian di atas kertas. Israel mampu menguasai Yerusalem
Barat. Warga Palestina yang bermukim di sana terusir.
Jumlah yang terusir ditaksir mencapai 28.000
orang. Sementara Yerusalem Timur, termasuk kota Tua dan Tepi Barat, dikontrol
oleh Jordania.
Pada perestiwa itu terjadi pengusiran besar-besaran, sekitar 700.000 lebih orang Palestina terusir dan kemudian mereka tersebar ke mana-mana, termasuk wilayah yang dialokasikan untuk dijadikan negara Palestina.
Pengusiran besar-besaran ini kemudian direspon oleh PBB dengan Resolusi No. 194 pada 1949, saat merilis Resolusi 181 dua tahun sebelumnya, PBB sesungguhnya tidak menginginkan adanya pengusiran dan perampasan seperti itu.
Resolusi tersebut berisi penyerahan hak-hak rakyat
Palestina untuk kembali pada tempat tinggal asalnya yang saat itu telah
diduduki oleh Israel. Resolusi tersebut kemudian hari dikenal juga sebagai
“Rights to Return”.
PBB menjamin apabila tidak bisa kembali ke
wilayah asalnya, Palestina berhak mendapatkan ganti rugi. Akan tetapi, resolusi
ini tidak dipatuhi oleh Israel sampai saat ini.
Berdasarkan Perjanjian Oslo pada tahun
1992-1993, Palestina hanya mengontrol sebanyak 18% area pendudukan Israel.
Sementara 22% lainnya berada di bawah kontrol bersama antara militer Palestina
dan Israel. Sementara sebagian besar lainnya, yakni 60% sisanya, dikontrol oleh
Israel.
Pada Saat ini, merujuk Pusat Biro Statistik
Israel, populasi Yahudi Israel berada kisaran 6.556.000 jiwa. Secara
keseluruhan, populasi Israel berjumlah kurang lebih 9.000.000 jiwa.
Sementara populasi warga Palestina pada saat
ini kurang lebih berjumlah 6.000.000 jiwa dengan rincian 3.000.000 orang
bermukim Yerusalem Timur, 2.000.000 lainnya bermukim di Gaza, dan sekitar
1.000.000 orang menjadi warga Israel.
Angka tersebut belum termasuk rakyat Palestina
lainnya yang berjumlah sekitar 6.000.000 jiwa yang mengungsi ke negara-negara
Arab, Indonesia atau negara lainnya.
Pada tahun yang sama terjadi peristiwa pengusiran
warga Palestina dari tanahnya sendiri, baik secara paksa maupun sukarela. kemudian
hari, peristiwa ini dikenal juga sebagai peristiwa Keluaran Palestina 1948 atau
Al-Nakba.
Peristiwa tersebut disinyalir merupakan dampak
dari resolusi PBB setahun sebelumnya. Karena diberi amanat pembagian wilayah
oleh PBB, milisi Zionis Israel melakukan aski pengusiran pada wilayah yang hari
ini disebut sebagai “wilayah pendudukan Israel”.
0 Komen-Komen:
Post a Comment