Kewajiban Mengangkat Pemimpin_Sitem Kepemimpinan Dalam Islami

 

Sitem Kepemimpinan Dalam Islami

https://penahati-1307.blogspot.com/2022/10/empat-karakter-yang-harus-dimiliki-oleh.html

Umat Islam yang mayoritas ( sekitar 22,34% dari jumlah penduduk dunia yang sekitar  7 milyar dalam keadaan menghadapi berbagai macam penderitaan sebagai layaknya kaum minoritas. Kondisi ini sebagaimana yang digambarkan di dalam Al Qur’an dan As sunnah sebagai berikut :

Menderita karena perpecahan umat baik karena di adu domba, perbedaan faham maupun karena perebutan kekuasaan  firman Allah SWT :

قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًاوَيُذِيقَ بَعْضَكُم بَأْسَ بَعْضٍ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُون

“ Katakanlah (Muhammad), "Dialah yang berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain  Perhatikanlah, bagamaimana Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan) Kami agar mereka memahami(nya)”.

Menderita karena mengikuti syaitan ( hawa nafsu ) dengan melakukan kemaksiatan – kemaksiatan. Firman Allah SWT,  Al Kahfi : 28 dan Qs Maryam : 59

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطً

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya (Qs Maryam : 59 )

Menderita karena Al Wahn ( Cinta dunia secara berlebih – lebihan ), iman dan akidah dijual untuk mengikuti, mendukung kekufuran dan mendiskriditkan sunnah Rosulullah Sabda Rosullah

يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. قيل يا رسول الله أمن قلة يومئذ ؟ قال لا ولكنكم غثاء كغثاء السيل يجعل الوهن في قلوبكم و ينزع الرعب من قلوب عدوكم لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت). رواه أبو داود و احمد وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير 2/1359 ح 8183 و سلسلة الأحاديث الصحيحة ح

Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)

Menderita karena meninggalkan system kehidupan yang Islami dan mengikuti sitem kehidupan yang non Islami, dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, pendidikan, dan kepemimpinan serta yang lainnya. Sabda Rosulullah :

Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata: “Rasululah bersabda: ‘Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya.’ Mereka (para sahabat) bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani?’ Sabda beliau: “Siapa lagi.”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Menderita karena di dzolimi oleh orang – orang kafir, mereka tidak memilki kemampuan untuk membela dan menyelamatkan dirinya dari kekejaman orang – orang kafir.

Firman Allah SWT Qs Al Anfal 73

وَٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Menderita karena keterbelakangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sabda Rosulullah

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.رواه البخاري

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, berkata: Saya mendengar Rasulullah telah bersabda’: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan menariknya dari hati hamba-hambanya (ulama), akan tetapi mengambil ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga apabila tidak terdapat ulama, maka manusia akan menjadikan orang-orang bodoh menjadi pemimpin mereka, lalu orang-orang bodoh itu akan ditanya (dimintai fatwa), kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, maka orang-orang bodoh itu menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”. (H.R Bukhari dan Muslim).

سَيَخْرُجُ فِى آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِى قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري

“Akan muncul pada akhir zaman, suatu kaum yang umurnya masih muda (yakni sedikit ilmunya), rusak akalnya. Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia (yakni suka membahas masalah agama). Mereka membaca al-Qur`an, namun Al Qur’an tidak melewati kerongkongannya (yakni salah dalam memahami al-Qur`an). Mereka telah terlepas dari agama, bagaikan terlepasnya anak panah dari busurnya. Apabila kalian menemui mereka, bunuhlah mereka, karena terdapat ganjaran bagi yang membunuh mereka di sisi Allah pada hari kiamat nanti.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kondisi penderitaan ini sesungguhnya merupakan akibat dari krisis kepemimpinan islami rahmatan lil’alamin, oleh karena itu untuk mengeluarkan umat islam dari penderitaan ini maka diperlukan dengan sangat mendesak adanya kepemimpinan islami, karena umat islam sedang dalam keadaan terancam akidahnya.

Sebagaimana ketika Bani Israil menghadapi ancaman tentara Jalut, mereka merindukan pemimpin yang dapat melindungi mereka dari ancaman tentara Jalut seperti yang dikisahkan dalam surat Al Baqarah ayat 246-251.

Pengertian Kepemimpinan yang Islami ( Kholifah, Imamul Muslimin, Amirul Mukminin )

Ma’na Menurut Bahasa

Menurut bahasa “imam” adalah :  “Seorang pemimpin atau lainnya yang diikuti baik laki-laki maupun perempuan.” (Mu-hitul Muhit:I/16). Sedang ma’na “khalifah” menurut bahasa ada-lah : “Seorang yang menggantikan kedudukan orang lain.” (Muhitul Muhit: I/250) . Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang yang mengantikan orang sebelumnya. Jamak-nya, khalâ’if. Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqa-rah (2) ayat 30 dan Shad (38)  ayat 26.

Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh Al-Quran, yaitu:

1.      Khalaif yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah Al-An’am 165, Yunus 14, 73, dan Fathir 39.

2.      Khulafa’ terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah. Al-A’raf 7:69, 74, dan Al-Naml 27:62.

Ma’na Menurut Istilah

Imaam” adalah : “Pengganti Rasul yang me-negakkan Ad-dien (Islam).” (Muhitul Muhit : I/16).  “Khalifah” adalah: “Imam yang tidak ada di atasnya lagi seorang imaam.” (Muhitul Muhit : I/250). “Amirul Mu’minin” adalah: “Gelar (laqob) bagi Khalifah.”  (Mu’jamul Washit : I/26)

Imaam, Khalifah, Amirul Mu’minin adalah kalimat sinonim atau mengandung  pengertian  yang sama.

Menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), Khalifah adalah pengembanan seluruh urusan umat yang sesuai dengan kehendak pandangan syari’ah dalam kemaslahatan mereka baik ukhrawiyah, maupun duniawiyah yang kembali kepada kemaslahatan ukhrawiyah (Al-Muqaddimah, hal. 166 & 190).

Kewajiban Membai’at Kepemimpinan Yang Islami

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barang siapa melepaskan tangan dari ketaatan, dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tidak memiliki hujjah (argumen). Dan barang siapa mati, sedangkan di lehernya tidak ada bai’at, dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah”[HR Muslim, no. 1851. Ahmad dalam al-Musnad, 2/133. Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, no. 91, dan lainnya; dari 'Abdullah bin 'Umar.

Sabda Rosulullah : “Dan barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)

“Imam Al Mawardi berkata dalam Al Ahkam Ash Shulthoniyah (I/5), “Kepemimpinan diadakan dalam rangka menggantikan tugas kenabian, berupa menjaga dien dan mengatur urusan duniawi. Dan memberikan amanah ini kepada orang yang bisa melaksanakan di kalangan umat Islam hukumnya wajib berdasar-kan ijma.”

“Imam Al-Qal’i berkata dalam Tahdzib Ar Riyasah Wa Tartib As Siyasah (74), “Seluruh kalangan umat Islam sepakat kecuali beberapa golongan yang tidak terlalu diperhitungkan perbedaan pendapatnya tentang  kewajiban mutlak mengangkat seorang imam, meskipun mereka berbeda pendapat dalam kriteria dan syarat-syaratnya.

Maka saya katakan, penga-turan urusan dien dan dunia merupakan se-buah tujuan, dan tidak akan tercapai selain adanya imam. Kalau kita tidak mengatakan keberadaan seorang imam itu wajib, tentu aki-batnya akan timbul perselisihan dan partumpahan darah yang tiada henti hingga hari kiamat. Jika dalam sebuah masyarakat tidak ada seorang imamyang ditaati, kemuliaan Islam akan tercemar kemudian lenyap.”

“Tidak halal untuk menikahi seorang wanita dengan talak orang lain, tidak halal seseorang membeli barang yang sedang dibeli oleh kawannya sehingga ia meninggalkannya, tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir (pemimpin), dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu tempat berbisik dua orang tanpa dengan kawan yang satunya.” (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr).

“Imam As Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (IX/157) berkata, “Jika kewajiban ini disyari’atkan kepada tiga orang yang berada di suatu tempat, atau sedang berpergian, maka ia lebih disyariatkan lagi para kumpulan orang yang jumlahnya lebih banyak, yang tinggal di desa-desa dan kota, yang mereka memerlukan pembelaan terhadap tindakan kedzaliman dan pemberi keputusan ketika terjadi pertikaian.”

Karakteristik Kepemimpinan Yang Islami

1. Figur Pemimpinnya seorang Mu’min

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs. An Nisa   : 59)

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.

2. Bersifat Universal

وَمَآ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ

Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Wahai Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh makhluk.” (Al Anbiya: 107).

Kepemimpinan Rosulullah dan khulafaur Rosyidin bersifat universal untuk seluruh ummat Islam dimanapun mereka berada, bukan hanya untuk muslimin yang berada di madinah saja, sehingga kaum muslimin di seluruh dunia hanya di pimpin oleh seorang Imam.

3. Berhukum berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah secara adil

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Qs An Nisa : 59)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقَيرًا فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.

4. Diangkat berdasarkan musyawarah atas dasar wasiat dari Imam atau kholifah yang sebelumnya.

Sebagaimana sahabat Abu Bakar diangkat sebagai kholifah melalui musyawarah kaum muslimin pada saat itu di Tsaqifah Bani Sa’adah, sedangkan kholifah Umar bin Khattab dibai’at melalui wasiat.

“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuma berkata : dikatakan pada Umar, tidakkah engkau memilih (khalifah), Umar berkata: jika saya memilih, maka telah memilih seseorang yang lebih baik dariku yaitu Abu Bakar, dan jika aku tinggalkan, maka telah meninggalkan (urusan kehilafahan) orang yang lebih baik dariku yaitu Rasulullah.” (HR. Muttafa-qun ‘alaihi).

“Dari ‘Aisyah berkata, bersabda Rasulullah ketika sakitnya : panggilkan Abu Bakar dan saudaramu sampai aku tuliskan wasiat. Maka sesungguhnya aku takut untuk berangan-angan ada yang mengatakan saya lebih berhak (atas kepemimpinan). Dan Allah dan kaum mukminin menyetujuinya kecuali Abu Bakar.” (HR. Muslim).

Sejarah Pembai’atan Wali Al Fatah

Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan pasca keruntuhan Utsmaniyyah (1924):

1.      All India Khilafat Conference, 1919 M di India

2.      Konferensi Islam International, 1921 M. di Karachi Pakistan

3.      Dewan Khilafah, 1924 di Mekkah ( dibentuk Syarif Husein Amir)—tidak berlanjut

4.      Kongres Kekhilafahan Islam, 1926 di Kairo

5.      Kongres Muslim Dunia, 1926 di Mekkah

6.      Konferensi Islam Al-Aqsha, Desember 1931 di Yerussalem

7.      Konferensi Islam International kedua, 1949 di Karachi

8.      Konferensi Islam International ketiga, 1951 di Karachi

9.      Pertemuan Puncak Islam, Agustus 1954 di Mekkah

10.  Konferensi Muslim Dunia 1964 di Mogadishu

11.  Konferensi Muslim Dunia 1969 di Rabat Maroko dan melahirkan OKI

12.  Konferensi Tingkat Tinggi Islam, Pebruari 1974 di Lahore Pakistan.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang, sampai dengan tahun 1953 muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran Dr. Syaikh Wali Al–Fatah :

1.      Mengapa kaum muslimin senantiasa gagal dalam memperjuangkan terwujudnya kepemimpinan yang islami?

2.      Mungkinkah Islam dapat ditegakkan dengan cara di luar Islam?

3.      Mustahil dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan tegaknya kalimat Allah?

Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fatah terus-menerus melakukan kajian bersama para ulama saat itu, untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik kesimpulan; bahwa Islam tidak mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam, termasuk melalui jalur politik parlementer.

Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan para ulama, maka dibai’atlah Wali Al Fatah oleh beberapa orang ulama dan tokoh saat itu, kemudian pada hari Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus 1953 diumumkan pembai’atan tersebut di gedung Aducstaat (Bapenas sekarang) di Jakarta.

Para Ulama Yang Membai’at Awal Wali Al-Fatah Generasi Awal Adalah :

Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli hadits - Yogyakarta-). 2.Ust. Sadaman (Jakarta). 3.KH. Sulaeman Masulili (Sulawesi). 4.Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli). 5.Datuk Ilyas Mujaindo, dll.

Kemudian disiarkan melalui media cetak: Harian Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui Radio Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI Pusat (1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab. Inilah awal ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. 1972 mendapat tanggapan positif dan do’a serta gelar Syaikh kepada Wali Al-Fatah, dari Raja Feisal –Saudi Arabia

Wali Al-Fatah menegaskan, “Kalau memang telah ada yang lebih dulu muslimin menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, kita makmum. Kami menyadari bahwa Imaam itu tidak boleh dua, kami menyadari bahwa Jama’ah itu tidak boleh dua. Jama’ahnya harus satu dan Imaamnya pun harus satu. Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin.”

Pembai’atan Muhyidin Hamidy

Imammul Muslimin Wali Al-Fattaah wafat pada 19 Nopember 1976, Maka sebelum jenazahnya dikuburkan, sesuai dengan sunnah, pada hari Sabtu 28 Dzulqa’dah 1396 H / 20 November 1976 M dibai’atlah sebagai penggantinya, hamba Allah Muhyiddin Hamidy menjadi Imaamul Muslimin. Sebagai Imaam yang kedua dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah).

Alhamdulillah dari waktu ke waktu kaum muslimin makin menyadari akan pentingnya kesatuan dan persatuan umat, sehingga secara bertahap muslimin di berbagai daerah dan negeri bersatu dalam satu wadah yang disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya, yakni Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.

Pembai’atan Yakhsyallah Mansur

Imamul Muslimin Muhyidin Hamidy wafat pada hari jum’at 18 Safar 1436 H / 12 Desember 2014 dalam usia 81 tahun, maka sebelum jenazahnya dikuburkan sesuai dengan sunnah Rasulullaah pada hari itu juga dibai’atlah Yakhsyallah Mansur sebagai Imamul Muslimin hingga sekarang, merupakan imam yang ketiga dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah).

 


 

     Wallahu A’lam Bishshawab.


0 Komen-Komen:

Post a Comment