Al-Shuffah Pusat Pendidikan Islam Pertama Dan Pengaruh Ahli Shuffah Dalam Perkembangan Pendidikan Islam

Al-Shuffah, Pusat Pendidikan Islam Pertama, Pengaruh Ahli Shuffah Dalam Perkembangan Pendidikan Islam.

MASJID NABI

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan ilmu pengetahuan serta pendidikan.  Bahkan Allah menegaskan bahwa salah satu tugas pokok Rasulullah adalah mendidik manusia dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.

Allah berfirman:

رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ (البقرة [٢]: ١٢٩

Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 129)

لَقَدْ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍ مُّبِينٍ (ال عمران [٣]: ١٦٤

Artinya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Q.S, Ali Imran [3]: 164)

هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّـۧنَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَـٰلٍ مُّبِينٍ (الجمعة [٦٢]: ٢)

Artinya: “Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” (Q.S. Al-Jumu'ah [62]: 2)

Ayat ini menjelaskan bahwa utusnya Rasulullah adalah anugerah bagi orang-orang yang mempercayainya. Adapun tugas Rasulullah menurut ayat ini adalah membacakan ayat-ayat Allah, membersihkan manusia serta mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah. Tugas-tugas ini semuanya berkaitan erat dengan masalah pendidikan.

Membacakan ayat-ayat Allah bukan hanya membacakan firman-firman Allah yang tertulis dalam al-Qur'an (ayat-ayat qauliyah) tetapi juga membacakan ayat Allah yang terpampang pada alam semesta (ayat-ayat kauniyah), sedang membersihkan manusia maksudnya, membersihkan manusia dari kotoran jasmaniyah seperti wudhu, mandi dan istinjak, dan membersihkan manusia dari kotoran jiwa, seperti kebodohan, syirik, dengki, takabur, dan sebagainya. Adapun mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah menurut Sayid Quthb adalah membawa manusia dari alam kebodohan kepada hidup berpengetahuan dan menunjukkan kejalan keselamatan.

sulullah menegaskan bahwa beliau diutus oleh Allah adalah sebagai pengajar, sebagaimana sabdanya:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا (رواه مسلم(

“Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang memudahkan urusan.”

Untuk merealisasikan tugas-tugas tersebut, sejak awal masa dakwah, Rasulullah telah memperhatikan tempat pendidikan. Pada saat beliau berada pada kota Makkah, ketika orang-orang yang menganut Islam telah mencapai lebih dari tiga puluh orang laki-laki dan wanita, beliau memilih rumah al-Arqam bin al-Arqam, sebagai tempat pertama kali untuk mengadakan aktivitas pendidikan bagi umat Islam.

Tempat ini terletak di kaki bukit Shafa dekat Masjid Haram dan dikenal dengan nama Dâr al-Arqam. Pada tempat inilah Rasulullah mendidik umat Islam secara intensif ketika dakwah Islam masih dilakukan dengan cara rahasia.

Tempat ini lebih terkenal dalam sejarah Islam karena disini tokoh Islam, Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu menyatakan diri memeluk Islam. Namun dikarenakan umat Islam Makkah saat itu masih minoritas dan dalam kondisi tertindas, maka Dâr al-Arqam ini tidak dapat berkembang.

Setelah tiga belas tahun Rasulullah mendakwahkan Islam pada Makkah, beliau bersama para sahabatnya hijrah (pindah) ke Madinah.

Penyiaran Islam di Madinah telah mengantarkan Islam pada masa kejayaan Islam, Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya mampu membangun peradaban baru yang membentuk masyarakat terbaik masa itu.

Keberhasilan Rasulullah membangun masyarakat terbaik pada kota Madinah saat itu tidak dapat terlepaskan dari langkah-langkah awal yang beliau lakukan setelah tinggal di Madinah.

Langkah-langkah tersebut adalahmembangun masjid, menjalin persaudaraan intern antar umat Islam, dan membuatperjanjian kerjasama dengan non muslim serta mendirikan pusat pendidikan Islam (al-Shuffah).

Setelah bangun masjid selesai, Rasulullah menggunakannya sebagai tempat membina masyarakat muslim Madinah.

Dalam masjid ini beliau secara intensif mendidik dan mengajar para sahabat tentang berbagai aspek kehidupan sehingga Masjid Madinah saat itu bagaikan sebuah universitas tempat dimana umat Islam menerima dan mengembangkan ilmu pengetahuan juga menjadi pusat bagi tumbuhnya budaya ilmiah di kalangan umat Islam.

Ketika terjadi perpindahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka'bah di Makkah, enam belas bulan setelah Rasulullah tinggal di Madinah terjadilah perubahan geografis di Masjid Nabi yaitu tembok arah kiblat pertama menjadi bagian belakang masjid.

Nabi memerintahkan supaya tembok itu dibuat atap. Tempat ini kemudian dikenal dengan nama al-Shuffah (beranda) atau al-Dzillah (naungan) yang merupakan tempat tidak berdinding di sekelilingnya.

Di tempat ini Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mendirikan pusat pendidikan Islam yang pertama kali. Guru-guru yang mengajar di al-Shuffah ini adalah beliau sendiri dan beberapa orang yang beliau tunjuk seperti Abdullah bin Sa'ad dan Ubadah bin al-Shamit. Bidang studi yang diajarkan di al-Shuffah meliputi al-Qur'an, Tajwid, dan ilmu- ilmu keislaman di samping membaca dan menulis.

Sedang murid-murid al-Shuffah adalah para sahabat yang rata-rata miskin dan tidak memiliki tempat tinggal serta sanak saudara di Madinah yang kemudian disebut ahl al-Shuffah (penghuni shuffah). Dengan demikian, al-Shuffah ini bisa disebut sebagai perguruan intern pertama kali dalam Islam.

Terhadap ahl al-Shuffah ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mempunyai perhatian yang sangat tinggi. Beliau menjaga dan mengawasi sendiri. Mengunjungi mereka, melihat keadaan dan menjenguknya jika ada yang sakit.

Beliau sering duduk-duduk bersama mereka, membimbing, membantu, mengingatkan, bercerita, mengarahkan untuk membaca al-Qur'an dan mempelajarinya, berdzikir dan memberi motivasi pentingnya kehidupan akhirat.

Untuk memenuhi kebutuhan materil ahl al-Shuffah, khususnya dalam hal makanan, apabila menerima sedekah, beliau mengirimkannya kepada mereka dan tidak mengambilnya sedikitpun, begitu juga apabila menerima hadiah, beliau mengantarkannya kepada mereka dengan mengambil bagian seperlunya. Beliau juga sering mengundang mereka untuk makan-makan di rumah salah seorang istri beliau.

Rasulullah juga menganjurkan kepada para sahabat untuk bersedekah kepada penghuni (ahli) al-Shuffah. Abdurrahman bin Abu Bakar bercerita. Penghuni al-Shuffah adalah orang-orang miskin dan Nabi menganjurkan kepada para sahabat memberikan makanan kepada mereka.

Beliau bersabda: “Barangsiapa mempunyai makanan cukup untuk dua orang undanglah orang yang ketiga, apabila cukup untuk empat orang, undanglah orang yang kelima, kemudian Abu Bakar mengajak tiga orang sedang Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sendiri mengajak sepuluh orang.” (HR. Bukhari)

Para ulama berselisih pendapat mengenai jumlah sahabat yang tinggal di al-Shuffah. Abu Nu'aim menuturkan bahwa jumlah orang yang tinggal di dalam al-Shuffah tidak tetap tergantung situasi dan waktu.

Ibn Taimiyah (w. 728 H) menyebutkan bahwa jumlah mereka mencapai 400 orang. Sedang menurut Qatadah jumlah mereka mencapai 900 orang.

Para penghuni al-Shuffah (ahl al-Shuffah) yang dididik langsung oleh Rasulullah kemudian banyak menjadi tokoh yang sangat berperan dalam perkembangan agama Islam di berbagai bidang.

Di antara mereka yang gugur sebagai syuhada di medan perang antara lain, Shafwan bin Bidhai, Salim bin Umair, Khubaib bin Sayaf gugur di perang Badar. Hanzhalah yang jasadnya dimandikan malaikat gugur di medan perang Uhud. Salim Maula Abu Hudzafah gugur di perang Yamamah.

Adapun yang menjadi ulama, antara lain Abu Hurairah pada bidang periwayatan hadis, Abdullah bin Mas'ud di bidang ilmu qiraat, Salman al-Farisi pengembara pencari kebenaran yang dianugerahi ilmu orang-orang terdahulu dan terkemudian, Hudzaifah bin al-Yaman yang memiliki ketajaman berfikir sehingga mampu memprediksi masa depan, Bilal bin Rabah seorang bekas budak yang diangkat menjadi muadzin Rasulullah .

Para penghuni al-Shuffah yang hidup secara askestis (zuhud) dan sederhana ini beberapa kali menyebabkan turunnya ayat al-Qur'an. Salah satu di antaranya adalah:

لِلْفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحْصِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِى ٱلْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ ٱلْجَاهِلُ أَغْنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَـٰهُمْ لَا يَسْـَٔلُونَ ٱلنَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ (البقرة [٢]: ٢٧٣

Artinya: “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah, 2: 273)

Menurut Ibn Sa'ad, yang menjelaskan riwayatnya dengan sanad sampai kepada Ka'ab al-Qardhi, ayat di atas turun berkaitan dengan ahl al-Shuffah.

Ayat tersebut yang turun berkaitan dengan ahl al-Shuffah yang berisi tentang tuntunan hidup askestis dan sederhana. Hal ini yang menyebabkan ahl al-Shuffah diidentikkan dengan para shufi yang hidup di abad pertengahan pada tempat pemondokan untuk menghindari kemewahan dunia.

Setelah berkembangnya tasawuf pada abad ke-3 hijriyah, para sahabat yang menghuni al-Shuffah banyak mendapat perhatian para shufi, sehingga kajian al-Shuffah dan penghuninya cenderung kepada kajian tasawuf.

Hingga pada saat ini masih jarang kajian mengenai al-Shuffah dan ahl al-Shuffah yang dikaitkan dengan masalah pendidikan dan pengaruhnya bagi perkembangan pendidikan Islam padahal al-Shuffah adalah pusat pendidikan intern yang pertama kali dalam Islam. Wallahu A’lam


0 Komen-Komen:

Post a Comment