HIJRAH RASULLULLAH DAN PARA SAHABAT, 6 PELAJARAN SERTA HIKMAH YANG PENTING

 

https://penahati-1307.blogspot.com/2022/11/hijrah-rasullullah-dan-para-sahabat-6.html

Firman Allah :

إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجٰهَدُوا فِى سَبِيلِ اللَّهِ أُولٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ (البقرة [٢]: ٢١٨)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 218)

Ayat diatas merupakan salah satu ayat yang menjelaskan keutamaan hijrah. Pada ayat ini disebutkan tiga tingkat penyempurnaan iman.

Pertama, iman kepada Allah. Kedua, sanggup hijrah karena iman. Ketiga, sanggup berjihad pada jalan Allah.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah :

وَأَنَا أَمُرُكُمْ بِخَمْسٍ بِالْجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ... الحديث (رواه أحمد)

“Dan perintahkan kepada kalian dengan lima perkara: berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah, dan berjihad di jalan Allah…” (H.R. Ahmad)

Orang yang beriman dan ikut berhijrah bersama Rasulullah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang yang pantas memperoleh rahmat serta ridha Allah.

Pengertian Secara Bahasa

Hijrah secara bahasa berarti berpindah, meninggalkan, berpaling, dan tidak mempedulikan lagi. Sedang secara istilah, mempunyai beberapa pengertian antara lain:

1)     Meninggalkan tempat yang dikuasai orang kafir.

2)     Menjauhkan diri dari dosa yang dilarang Allah.

 

الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (رواه البخاري)

“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.” (H.R. Bukhari)

Dalam sejarah Islam, hijrah biasanya dihubungkan dengan kepindahan Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah. Dalam hal ini, hijrah berarti berkorban karena Allah, yaitu memutuskan hubungan dengan yang dicintai demi tegaknya kebenaran dengan jalan berpindah dari kampung halaman ke negeri lain.

Hijrah adalah sunnah para Rasul sebelum Nabi Muhammad dan terbukti menjadi prelude (pendahuluan) bagi keberhasilan perjuangan. Pada hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah membuktikan kebenaran pernyataan ini.

Secara lahiriah hijrah ini tampak sebagai kerugian karena harus kehilangan negerinya. Tetapi kehilangan ini diganti oleh Allah dengan pesatnya perkembangan Islam di Madinah bahkan akhirnya Makkah dapat kembali ke pangkuan beliau dan para sahabat dalam sebuah kemenangan yang gilang gemilang.

Hijrah Karena Allah

وَمَنْ يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِى الْأَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا (النساء [٤]: ١٠٠)

“Dan barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 100)

Hijrah Rasulullah dan para sahabatnya banyak sekali memberi pelajaran kepada kita, antara lain:

1. Pentingnya Persiapan/Perencanaan (Planning)

Sebelum melaksanakan hijrah beliau telah membuat perencanaan yang matang. Beliau menentukan jalan yang akan dilalui yang berbeda dengan rute jalan yang biasa dilalui menuju ke Yatsrib.

Dan juga membayar petunjuk jalan yaitu Abdullah bin Uraiqith, memilih sahabat yang akan menemaninya, yaitu Abu Bakar, sampai memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan beliau di tempat tidurnya dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau.

2. Membangun Masjid

Dalam perjalanan menuju Madinah, ketika sampai Quba’ (berjarak 5 km dari Madinah), Rasulullah membangun masjid pada tempat itu. Inilah masjid yang pertama dibangun sebelum beliau sampai Madinah. Masjid digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (التوبة [٩]: ١٠٨)

“Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. At-Taubah [9]: 108)

Setelah sampai Madinah beliau membangun Masjid Nabawi. Lokasi masjid semula tempat penjemuran kurma milik anak yatim Sahl dan Suhail bin Amr, yang kemudian dibeli oleh Rasulullah untuk dibangun masjid serta rumah beliau.

3. Pengorbanan dalam Perjuangan

Abu Bakar membeli dua ekor unta dan menyerahkannya sebagai hadiah untuk kendaraan untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah), beliau menolaknya dan bersikeras untuk membelinya. Di sini beliau mengajarkan bahwa untuk mencapai usaha besar diperlukan pengorbanan yang maksimal.

Pengorbanan ini pula yang dilakukan oleh seluruh sahabat yang ikut hijrah bersama beliau. Mereka tinggalkan keluarga, tanah kelahiran, harta yang mereka cintai demi dapat berhijrah. Di antara pengorbanan para sahabat yang diabadikan dalam Al-Qur’an, pengorbanan Suhaib Ar-Rumi, saudagar kaya yang berasal dari Romawi yang meninggalkan seluruh hartanya di Makkah agar dia dapat berhijrah.

Allah berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌۢ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 207)

4. Membangun Shuffah

Setelah masjid Madinah jadi, beliau mendirikan tempat pendidikan untuk para sahabat terutama sahabat yang miskin dan tidak punya rumah. Pada Shuffah itulah Rasulullah mengajar mereka berbagai ilmu pengetahuan terutama ilmu agama. Keberadaan Shuffah ini beberapa kali disebut dalam Al-Qur’an, antara lain:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (البقرة [٢]: ٢٧٣

“(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 273).

5. Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar

Rasulullah mempersaudarakan Muhajirin (orang yang hijrah dari Makkah) dan Anshar (penduduk Madinah asli). Beliau mengumpulkan mereka pada rumah Anas bin Malik sebanyak 90 orang, separuhnya orang Muhajirin dan separuhnya orang Anshar dan bersabda:

تَآخَوْا فىِ اللَّهِ أَخَوَيْنِ أَخَوَيْنِ (رواه ابن هشام)

“Bersaudaralah di jalan Allah dua dua” (H.R. Ibnu Hisyam)

Untuk menjaga ukhuwah, Allah memerintahkan umat Islam melaksanakan syariat berjama’ah.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوٰنًا وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِّنْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران [٣]: ١٠٣)

“Dan berpegang teguhlah kamu pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 103)

6. Membuat perjanjian dengan orang luar Islam

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa tidak lama setelah Nabi tinggal di Madinah, seluruh orang Arab penduduk Madinah memeluk Islam kecuali beberapa orang dari kabilah Aus. Selanjutnya agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan Nabi membuat piagam perjanjian (shahifah/ watsiqah) dengan orang Yahudi dan orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang.

Sebuah piagam yang menjamin kebe-basan beragama dan seluruh penduduk Madinah apapun agama dan kepercayaannya berkewajiban mempertahankan kota Madinah dari serangan luar.

Dalam piagam itu ditegaskan secara gamblang mengenai kebebasan mereka dalam memilih  dan memeluk agama dan hak kepemilikan harta benda mereka serta syarat-syarat lain yang mengikat dengan tidak merugikan semua pihak.

Dalam hadapan hukum, mereka mempunyai kedudukan yang sama, yaitu hukum harus ditegakkan, siapapun yang melanggar harus terkena hukuman.

Apa yang dilakukan Rasulullah menunjukkan masyarakat madani (berkemajuan) yang sangat erat hubungannya dengan masjid, pendidikan, persaudaraan antar umat Islam dan kerukunan antar umat beragama.

Oleh karena itu apabila umat manusia menginginkan terwujudnya masyarakat yang beradab dan maju, maka marilah kita implementasikan hikmah hijrah pada kehidupan sehari-hari.

Marilah kita cermat dalam perencanaan, marilah kita berani berkor-ban untuk perjuangan. Juga marilah kita senangtiasa selalu dekat dengan masjid, marilah kita utamakan pendidikan dan marilah kita jaga persaudaraan (ukhuwah) di antara kita, yang tak kalah penting, baik persaudaraan antar umat Islam maupun antar umat beragama. Jangan sampai persaudaraan kita rusak hanya karena masalah politik, madzhab, suku, dan lain-lain.


0 Komen-Komen:

Post a Comment