Firman Allah :
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجٰهَدُوا
فِى سَبِيلِ اللَّهِ أُولٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَّحِيمٌ (البقرة [٢]: ٢١٨)
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, dan orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka
itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(Q.S. Al Baqarah [2]: 218)
Ayat diatas merupakan salah
satu ayat yang menjelaskan keutamaan hijrah. Pada ayat ini disebutkan tiga
tingkat penyempurnaan iman.
Pertama, iman kepada Allah.
Kedua, sanggup hijrah karena iman. Ketiga, sanggup berjihad pada jalan Allah.
Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah ﷺ:
وَأَنَا أَمُرُكُمْ بِخَمْسٍ بِالْجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ... الحديث (رواه
أحمد)
“Dan perintahkan kepada kalian
dengan lima perkara: berjama’ah, mendengar, thaat, hijrah, dan berjihad di
jalan Allah…” (H.R. Ahmad)
Orang yang beriman dan ikut
berhijrah bersama Rasulullah ﷺ dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah orang yang pantas
memperoleh rahmat serta ridha Allah.
Pengertian Secara Bahasa
Hijrah secara bahasa berarti
berpindah, meninggalkan, berpaling, dan tidak mempedulikan lagi. Sedang secara
istilah, mempunyai beberapa pengertian antara lain:
1)
Meninggalkan tempat yang dikuasai orang kafir.
2)
Menjauhkan diri dari dosa yang dilarang Allah.
الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (رواه
البخاري)
“Orang yang berhijrah adalah
orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.” (H.R. Bukhari)
Dalam sejarah Islam, hijrah biasanya
dihubungkan dengan kepindahan Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke
Madinah. Dalam hal ini, hijrah berarti berkorban karena Allah, yaitu memutuskan
hubungan dengan yang dicintai demi tegaknya kebenaran dengan jalan berpindah
dari kampung halaman ke negeri lain.
Hijrah adalah sunnah para
Rasul sebelum Nabi Muhammad ﷺ dan terbukti menjadi prelude (pendahuluan) bagi keberhasilan
perjuangan. Pada hijrah Rasulullah ﷺ dari Makkah ke
Madinah membuktikan kebenaran pernyataan ini.
Secara lahiriah hijrah ini
tampak sebagai kerugian karena harus kehilangan negerinya. Tetapi kehilangan
ini diganti oleh Allah dengan pesatnya perkembangan Islam di Madinah bahkan
akhirnya Makkah dapat kembali ke pangkuan beliau dan para sahabat dalam sebuah
kemenangan yang gilang gemilang.
Hijrah Karena Allah
وَمَنْ
يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِى الْأَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
ۚ وَمَنْ يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ
يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ
غَفُورًا رَّحِيمًا (النساء [٤]: ١٠٠)
“Dan barang siapa berhijrah di
jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di Bumi ini tempat hijrah yang
luas dan (rezeki) yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum
sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi
Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 100)
Hijrah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya banyak sekali memberi pelajaran kepada kita, antara lain:
1. Pentingnya Persiapan/Perencanaan (Planning)
Sebelum melaksanakan hijrah
beliau telah membuat perencanaan yang matang. Beliau menentukan jalan yang akan
dilalui yang berbeda dengan rute jalan yang biasa dilalui menuju ke Yatsrib.
Dan juga membayar petunjuk
jalan yaitu Abdullah bin Uraiqith, memilih sahabat yang akan menemaninya, yaitu
Abu Bakar, sampai memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan beliau di
tempat tidurnya dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau.
2. Membangun Masjid
Dalam perjalanan menuju
Madinah, ketika sampai Quba’ (berjarak 5 km dari Madinah), Rasulullah membangun
masjid pada tempat itu. Inilah masjid yang pertama dibangun sebelum beliau
sampai Madinah. Masjid digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
لَا
تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ
يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (التوبة [٩]: ١٠٨)
“Janganlah engkau melaksanakan
shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas
dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan shalat
di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah
menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. At-Taubah [9]: 108)
Setelah sampai Madinah beliau
membangun Masjid Nabawi. Lokasi masjid semula tempat penjemuran kurma milik
anak yatim Sahl dan Suhail bin Amr, yang kemudian dibeli oleh Rasulullah ﷺ untuk dibangun masjid serta rumah beliau.
3. Pengorbanan dalam Perjuangan
Abu Bakar membeli dua ekor
unta dan menyerahkannya sebagai hadiah untuk kendaraan untuk hijrah ke Yatsrib
(Madinah), beliau menolaknya dan bersikeras untuk membelinya. Di sini beliau
mengajarkan bahwa untuk mencapai usaha besar diperlukan pengorbanan yang
maksimal.
Pengorbanan ini pula yang
dilakukan oleh seluruh sahabat yang ikut hijrah bersama beliau. Mereka
tinggalkan keluarga, tanah kelahiran, harta yang mereka cintai demi dapat
berhijrah. Di antara pengorbanan para sahabat yang diabadikan dalam Al-Qur’an,
pengorbanan Suhaib Ar-Rumi, saudagar kaya yang berasal dari Romawi yang
meninggalkan seluruh hartanya di Makkah agar dia dapat berhijrah.
Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِى نَفْسَهُ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ
اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌۢ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada
orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha
Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 207)
4. Membangun Shuffah
Setelah masjid Madinah jadi,
beliau mendirikan tempat pendidikan untuk para sahabat terutama sahabat yang miskin
dan tidak punya rumah. Pada Shuffah itulah Rasulullah ﷺ mengajar mereka
berbagai ilmu pengetahuan terutama ilmu agama. Keberadaan Shuffah ini beberapa
kali disebut dalam Al-Qur’an, antara lain:
لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُم بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (البقرة [٢]: ٢٧٣
“(Apa yang kamu infakkan)
adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan
Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak
tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri
(dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya,
mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik
yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:
273).
5. Mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar
Rasulullah ﷺ mempersaudarakan Muhajirin (orang yang hijrah dari Makkah) dan
Anshar (penduduk Madinah asli). Beliau mengumpulkan mereka pada rumah Anas bin
Malik sebanyak 90 orang, separuhnya orang Muhajirin dan separuhnya orang Anshar
dan bersabda:
تَآخَوْا فىِ اللَّهِ أَخَوَيْنِ أَخَوَيْنِ (رواه ابن هشام)
“Bersaudaralah di jalan Allah
dua dua” (H.R. Ibnu Hisyam)
Untuk menjaga ukhuwah, Allah memerintahkan
umat Islam melaksanakan syariat berjama’ah.
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوٰنًا وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِّنْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران [٣]: ١٠٣)
“Dan berpegang teguhlah kamu
pada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai-berai,
dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 103)
6. Membuat perjanjian dengan orang luar Islam
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa
tidak lama setelah Nabi ﷺ tinggal di Madinah, seluruh orang Arab penduduk Madinah memeluk
Islam kecuali beberapa orang dari kabilah Aus. Selanjutnya agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan Nabi ﷺ membuat piagam
perjanjian (shahifah/ watsiqah) dengan orang Yahudi dan orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang.
Sebuah piagam yang menjamin
kebe-basan beragama dan seluruh penduduk Madinah apapun agama dan
kepercayaannya berkewajiban mempertahankan kota Madinah dari serangan luar.
Dalam piagam itu ditegaskan
secara gamblang mengenai kebebasan mereka dalam memilih dan memeluk agama dan hak kepemilikan harta
benda mereka serta syarat-syarat lain yang mengikat dengan tidak merugikan
semua pihak.
Dalam hadapan hukum, mereka
mempunyai kedudukan yang sama, yaitu hukum harus ditegakkan, siapapun yang
melanggar harus terkena hukuman.
Apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ menunjukkan masyarakat madani (berkemajuan) yang sangat erat
hubungannya dengan masjid, pendidikan, persaudaraan antar umat Islam dan
kerukunan antar umat beragama.
Oleh karena itu apabila umat
manusia menginginkan terwujudnya masyarakat yang beradab dan maju, maka marilah
kita implementasikan hikmah hijrah pada kehidupan sehari-hari.
Marilah kita cermat dalam
perencanaan, marilah kita berani berkor-ban untuk perjuangan. Juga marilah kita
senangtiasa selalu dekat dengan masjid, marilah kita utamakan pendidikan dan
marilah kita jaga persaudaraan (ukhuwah) di antara kita, yang tak kalah penting,
baik persaudaraan antar umat Islam maupun antar umat beragama. Jangan sampai
persaudaraan kita rusak hanya karena masalah politik, madzhab, suku, dan
lain-lain.