Ilmu merupakan sebuah kunci akan segala
kebaikan dan pengetahuan. Ilmu menjadi sebuah sarana untuk bisa menjalankan apa
yang menjadi perintah Allah ﷻ kepada kita.
Tidak akan sempurna keimanan serta tak
sempurna pula amal seorang kecuali dengan keutamaan sebuah ilmu. Dengan ilmu
Allah ﷻ
disembah, dengannya pula hak Allah ﷻ dijalankan, serta dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.
Hal ini yang sebuah membuat kebutuhan pada
sebuah ilmu lebih besar serta dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman,
sebab keberlangsungan agama serta dunia bergantung dengan ilmu.
Manusia akan lebih memerlukan ilmu daripada
sebuah makanan dan minuman. Karena pada makanan dan juga minuman hanya
dibutuhkan sebanyak dua hingga tiga kali sehari, sedangkan ilmu terus
diperlukan pada setiap waktunya.
Kemuliaan dan ketinggian derajat seseorang
tergantung kadar ilmunya, maka siapapun yang ingin mulia, hendaknya bersiap
meraih ilmu sebanyak mungkin. Allah berfirman,
"Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. " (QS al-Mujadalah 11)
Meski semua orang ingin meraih derajat tinggi
dalam hal ini, namun hanya sedikit dari mereka yang berani membayar
konsekuensinya.
Karenanya, meski banyak yang menginginkan,
hanya sedikit yang mendapatkan. Seperti dikatakan oleh para ahli "kalaulah
bukan karena besarnya tantangan, tentulah semua orang bisa meraih puncak
kemuliaan."
Karakter ilmu itu seperti yang dikatakan oleh
Yahya bin Abi Katsier, "Ilmu tidak akan didapat dengan
berleha-leha."
Seberapa bagian ilmu yang didapatkan,
tergantung seberapa besar pengorbanan dan kesungguhan seseorang untuk berusaha
mendapatkannya.
Seperti yang dikatakan oleh Imam asy-Syafi'i
rahimahullah, "Barangsiapa yang tidak pernah merasakan pahitnya mencari
ilmu, niscaya dia akan mengenyam pahitnya menjadi orang bodoh sepanjang
hayat,"
Lihatlah kesuksesan seorang ulama tabi'in,
Imam asy-Sya'bi dalam memperoleh tingginya ilmu dan pengetahuan, hingga beliau
sendiri mengutarakan.
"Yang paling sedikit dari ilmu yang
aku pelajari adalah kata-kata sya'ir. Namun seandainya aku mau membacakan
sya'ir-sya'ir Yang kuhafal dan kuketahui, tentu akan memakan waktu sebulan
penuh tanpa mengulang-ulang yang sudah aku sebutkan."
Karena akrabnya dengan ilmu pula, beliau
meraih kecerdasan dan kuatnya hafalan seperti yang beliau katakan, "Tiada
aku menulis di lembaran ptltih atau aku mendengar hadits dari seseorang
melainkan aku mampu menghafalnya. Dan tiada pernah aku mendengar perkataan dart
seseorang, melainkan aku tak ingin dia mengulangi ucapannya."
Namun kita jangan hanya melihat hasil akhirnya,
tapi kita lihat bagaimana beliau dan para Ulama lainnya menjalani prosesnya.
Tatkala seseorang bertanya kepada beliau (Imam
asy-Sya'bi, "Bagaimana cara Anda mendapatkan ilmu sebanyak ini?"
Beliau menjawab, "Dengan tanpa bersandar, mengembara ke pelosok negeri,
dengan tahan uji layaknya benda mati, dan dengan berpagi-pagi layaknya burung
gagak berpagi-pagi. "
Mencari Ilmu Tak Ada Waktu Istirahat
Klimak cita-cita yang diharapkan manusia
adalah jannah (Surga) beserta kenikmatannya. Namun tidak semua orang yang
berharap, serta merta menjadi wujud.
Tidak semua orang yang menginginkan jannah
lantas beruntung mendapatkannya. Jannah hanya diperuntukkan bagi orang yang
sanggup mengusahakan dan komitmen dalam menggapai serta konsekuensinya. Allah
berfirman,
"Dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
ada/ah mukminj maka mereka itu ada/ah orang-orang yang usahanya diba/asi dengan
baik. " (QS. al-Isra': 19).
Maka dari itu, tak ada waktu untuk berleha-leha
pada dunia fana ini, karena barang siapa berleha-leha di dunia, maka dia tak
akan berleha-leha di akhirat, dia akan disibukkan dengan berbagai penderitaan
dan siksa.
Seperti jawaban Imam Ahmad rahimahullahtatkala ditanya, "Kapankah seorang hamba merasakan nikmatnya
rehat?" Belaiu menjawab, "Séjak pertama kali menginjakkan kaki
di jannah."
Ulama salaf ada yang pernah ditegur lantaran
kesungguhannya dalam beribadah, lalü beliau menjawab "Dahulu, dunia
sudah ada tatkala aku belum ada, dan kelak dunia masih ada saat aku telah
tiada, maka aku tak ingin tertipu oleh hari-hari yang aku lalui."
Begitulah kehidupan, karena kesempatan di duniaini begitu singkat tak ada waktu lagi untuk menunda, karena umur kita dibandingdengan umur dunia tak ada artinya, sedangkan umur dunia dibanding akhirat,
terlalu singkat untuk dibandingkan antara keduanya. Karena dunia itu begitu
fana, sedang akhirat itü kekal adanya.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa, manusia
memiliki keterbatasan, baik secara psikis maupun fisik. Yang karenanya, dia
butuh istrirahat. Dan memang, tidak selayaknya seorang mukmin mengabaikan hak
badan.
Namun, perlu kita ingat bahwa, rehatnya
seorang mukmin tetap saja dikatakan sebagai kesibukan, karena dia tidak
istirahat, kecuali untuk menyusun kekuatan agar mampu melanjutkan ketaatan. Sehingga
istirahatnya itu maşuk dalam rangkaian kesibukan.
Seperti 'qailulah', tidur sejenak pada waktu
siang, jika dilakukan sebagai persiapan untuk melaksanakan shalat tahajud di
waktu sepertiga malam, maka tidur siang itü juga disebut sebagai kesibukan.
Ketika Hasan al-Bashri melihat orang-orang di
pasar tak ada satupun yang menyempatkan tidut siang, beliau mengatakan, "Saya
mengira, malam mereka adalah malam yang buruk, karena tidak melalui malamnya
dengan amal shalih, kaıena tiadanya persiapan berupa tidur di siang hari.”
Begitulah seharusnya seorang mukmin mengisi
hari-hari, penuh dengan kesibukan dan kerja keras. Selaras dengan cita-citanya
yang sangat agung dan luhur, yakni Jannatul Firdaus yang didambakan sepanjang
umur.
Siapa yang tidak ingin terus menerus untuk
bisa mendapatkan pahala walaupun telah meninggal dunia. Semua hal tersebut akan
didapatkan oleh seorang yang telah bersungguh-sungguh saat menuntut ilmu.
Karena, ilmu tersebut tidak hanya bermanfaatuntuk dirinya, namun juga berpengaruh untuk orang lain.
Keutamaan dalam ilmu ini sebaiknya bisa sebab
untuk para setiap Muslim senantiasa bersemangat serta bersungguh-sungguh dalam
perjalanan menuntut ilmu.
Kesungguhan inilah yang menjadi sebuah kunci.
Dengan kesungguhan tersebut, sesuatu yang sulit itu akan dimudahkan oleh Allah
subhanahu wa ta’ala.
0 Komen-Komen:
Post a Comment