This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Bahaya Narkoba Bagi Generasi Muda , Analisis Semiotik Roland Barthes Pada Film Hijrah Cinta Karya Irfan Gunawan

 Bahaya Narkoba Bagi Generasi Muda, Analisis Semiotik Roland Barthes Pada Film Hijrah Cinta Karya Irfan Gunawan

alt

Narkoba bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi kita. Kita sering mendengar dan membaca berita tentang narkoba di media elektronik maupun media cetak. Di Indonesia, peredaran obat terlarang ini sudah menjadi salah satu permasalahan utama yang harus segera diatasi.

Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam buku Jendral TNI Gatot Nurmantyo halaman ke 35 mengatakan, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat prevalensi yang tinggi memang merupakan pasar yang sangat menarik dan menguntungkan bagi bandar narkoba yang umumnya merupakan sindikat internasional.

Jika diakhir abad ke-20 indonesia masih bersetatus sebagai negara transit, maka kini indonesia sudah beralih menjadi negara konsumen. Pemakai narkoba menurut data BNN mengalami kenaikan dari 1,5% penduduk pada tahun 2005 menjadi 2,6% di tahun 2013, dan di perkirakan akan mencapai 2,8% di tahun 2015 yang artinya lebih dari 5,1 penduduk indonesia menyalagunakan narkoba. Selain itu angka kematian tiap tahun akibat narkoba berada pada kisaran 15.000 jiwa.

Fakta-fakta diatas sangat memprihatinkan serta dapat menghancurkan generasi muda untuk jangka panjang. Narkoba telah menyerang secara masif mulai dari kalangan usia lanjut, eksekutif muda sampai dengan anak-anak sekolah.

Melalui konspiransi internasional, generasi muda indonesia tanpa sadar dapat dihancurkan tanpa harus menggunakan kekuatan bersenjata. Dan aparat pemerintah pun sampai saat ini  masih kewalahan untuk mencegah dan menguranginya.

Oleh karena itu dituntut adanya peran serta dari berbagai pihak di Indonesia yang dapat memerangi narkoba. Masyarakat setempat dan juga konselor sebagai pendidik dilingkungan pendidikan juga dapat ikut berpartisipasi dalam upaya memerangi obat-obatan terlarang tersebut.

Negara indonesia ini penyalahgunaan narkotika atau narkoba atau obat-obatan terlarang lainnya,di kalangan generasi muda kian meningkat, meluasnya pengedar dan pengguna narkoba di Indonesia terutama tingkat kalangan generasi muda, karena didukung oleh faktor budaya global.

Budaya global, yang dikuasai oleh budaya barat yang mengembangkan pengaruhnya, salah satunya dunia perfilmman yang di tayangkan melalui layar TV, VCD, dan Bioskop. ciri utama budaya tersebut amat mudah ditiru dan diadopsi oleh generasi muda karena sesuai dengan kebutuhan dan selera muda.

Dunia perfilmman terutama film barat yang sering menayang adegan-adegan yang negatif seperti minum-minuman keras, memakai narkoba, kekerasan, dan pelecehan sekssual, atau hidup bebas tanapa norma dan agama, termasuk menjadi salah satu sebab banyaknya generasi muda yang hancur moral dan akhlak nya.

Dari tahun ke tahun film di indonesia semakin berkembang mengiringi berjalannya waktu yang semakin lama semakin modern, peran film tentunya sangat berpengaruh terhadap pandangan hidup masyarakat.

Seiring berkembangnya perfilman, muncul film yang mengandung unsur-unsur kekerasan,pornografi, kriminal, gaya hidup populer, dan hal-hal negatif lainnya. Efek pesan yang ditimbulkan pada film dalam kemasan simbolik ada yang dirasakan secara langsung oleh khalayak yang menontonnya, bisa berupa perubahan emosi dan sebagainya, namun ada pula yang berdampak sangat panjang, nilai- nilai seperti itu tertanam dalam pikiran masyarakat yang menontonnya dan kemudian bila tersebar dalam masyarakat sadari atau tidak, dapat menjadi sebuah gaya hidup, cara berpikir, mitos atau ideologi. Semua itu merupakan hasil bentukan dari muatan informasi dan hiburan yang disajikan oleh perfilman luar negri dan dalam negri.

Dari sisi lain film merupakan salah satu alat komunikasi massa, tak dapat dipungkiri antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ilmu komunikasi, ini bahwa di permulaan sejarahnya, film dapat dengan lebih mudah menjadi alat komunikasi.

Selain itu film dianggap sebagai media yang pas dalam  memberikan influence (pengaruh) bagi masyarakat umum. Penonton film seringkali terpengaruh dan cenderung mengikuti seperti halnya peran yang ada dalam film tersebut, maka hal ini dapat menjadi peluang yang baik bagi pelaku dakwah  kekita adegan-adegan serta alur cerita dalm film tersebut bisa di isi dengan konten-konten yang islami, sepertihalnya pada film hijrah cinta, ayat-ayat cinta, dan masih banyak lagi  film-film yang dimuat di layar lebar atau bioskop yang mengandung konten-konten islami.

Film yang baik itu yang  alur cerita serta adegannya mengandung pesan dan  nilai-nilai  islami yang dapat menggugah hati mereka yang melihatnya, dalam pesan itulah disebut dakwah, pengertian dakwah itu sendiri adalah pekerjaan mengkomunikasikan pesan islam kepada manusia, secara lebih operasional.

Dakwah adalah mengajak, menyeru atau memanggil dan menyampaikan serta mendorong manusia kepada tujuan yang baik yang rumusnya di ambil dari Al-quran dan Hadits, atau dirumuskan oleh da’i, sesuai dengan ruang lingkup dakwahnya dunia perfilman menapilkan dan menyuguhi masyarakat dengan berbagai macam film.

Masyarakat yang ingin menghabiskan waktu untuk mencari hiburan, salah satunya dengan datang ke bioskop.

Banyak film yang menarik yang membuat hati para generasi muda tergugah, salah satunya yaitu film Hijrah Cinta. film di tahun 2014 yang sempat mewarnai dunia perfilman  di indonesia.

Hijrah Cinta adalah merupakan sebuah filmgarapan Multivision plus yang menceritakan kehidupan Ustadz Jefri Al Buchori. Dengan di sutradarai  oleh Indra Gunawan dan dirilis pada 24 juni 2014. Film ini diangkat dari kisah tentang kehidupan almarhum Ustadz Jefri Al Buchori atau lebih kenal dengan sebutan UJE.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari film ini, diantaranya tentang pilihn hidup,karena pada hakekatnya hidup itu pilihan, hidup kita mau jadi apa dan bagaimana kita yang menentukan, dan juga menggambarkan tentang pengaruh kecanduan narkoba, serta akibat-akibatnya, serta menjadi menginspirasi buat generasi muda untuk tidak terjerumus dengan namanya narkoba atau narkotika serta sejenisnya yang bisa menghancurkan masa depan dan impian-impiannya.

Adapun kami melakukan penelitian memilih film ini untuk dianalisis dengan menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, dengan tanda-tanda dan juga makna-makna yang ada dalam analisis semiotik Roland Barthes.

Dikarenakan didalam film ini juga terdapat banyak pelajaran tentang akibat serta dampak bagi remaja atau pemuda/i yang suka mengkomsumsi narkoba, atau narkotika dan zat adiktif dan zat-zat lainnya yang membahayakan bagi tubuh manusia.

Dari apa yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan  penelitian secara mendalam terhadap film tersebut dengan judul“Bahayanya Narkoba Bagi Generasi Muda (Analisis Semiotik Roland Barthes) Pada Film HijrahCinta Karya Irfan Gunawan”.

Rumusan Masalah dan Pembatasan

Masalah Dari latar belakang di atas, makapeneliti memfokuskan serta membatasi permasalahannya dalam pertanyaan sebagai berikut:

1.      Apa yang menyebabkan generasi muda mau mengkonsumsi narkoba?

2.      Bagaimana makna konotatif dan denotatif dalam  film hijrah cinta karya Irfan Gunawan?

3.      Dampak apa saja  yang di alami ketika seseorang sering mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui dampak dan bahaya yang di timbulkan ketikaka canduan narkoba.
  2. Untuk mengetahui makna denotatif dan konotatif pada film hijrah cinta.
  3. Untuk mengetahui factor apa saja yang menyebab kan generasi muda mau mengkomsumsi narkoba.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a)   Penelitian ini diharapkan bisa menjadi suatu masukan dan pengembangan penelitian bagi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, khusus dalam hal penelitian komunikasi dakwah di media audio visual atau Film.

b)  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa menegenai gambaran tentang bahayanya akibat-akiabat yang ditimbulkan ketika seseorang suka mengkonsumsi narkoba yang terdapat dalam film.

c) Dan dapat memberi masukan bagi para pengelola film untuk slalu berkarya dalam menghasikan film-film yang berkualitas yang mengandung nilai-nilai Islami, agar dapat memberikan pelajaran dan manfaat bagi para penontonnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberi masukan baru bagi pembacanya serta mampu memberikan pemahaman tentang analisis semiotik dalam film yang berjudul Hijrah Cinta.

Dapat digunakan sebagai salah satu pendukung evalusi kelebihan dan kekurangan film tersebut dan film-film yang akan di tayagkan, sehingga untuk kedepannya dapat menghasilkan film yang baik dan  lebih berkualitas.

Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami materi skripsi ini, penulis membagi sistematika penulisannya menjadi lima bab, yaitu:

Bab 1 Pendahuluan

Dalam bab ini penulis memaparkan secara ringkas uraian-uraian yang akan di bahas dalam skripsi ini terdapat beberapa bagian, diantaranya: latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika peneulisan.

Bab ll Tinjauan pustaka dan Kerangka Berpikir

Bab ini menjelaskan  tentang sumber-sumber yang di penulis gunakan dalam menyusun skripsi ini serta pengertian istilah-istilah serta kutipan-kutipan yang tekait dengan penelitian ini.

Bab lll Metodologi Penelitian

Dalam bab ini penulis menjelaskan secara mendalam pengertian mengenai Analisis Semiotik Roland Barthes yang di gunakan oleh penulis sebagai tehnik analisis kasus.

Bab lV HasilPenelitian

Bab ini berisi sejumlah data-data yang telah dikumpulkan lalu kemudian dianalisis, Selain itu pemecahan masalah atau pemaparan hasil analisis kasus.

Bab V Penutup

 Dalam bab ini yaitu sebagai penuntup, penulis akan jelas kan kesimpulan darihasil penelitian yang telah dilakukan.


Jodoh Dari Langit, Kisah Cinta Ali Bin Abi Tholib dan Fathimah Azahra

 

Jodoh Dari Langit, Kisah Cinta 

Ali Bin Abi Tholib dan Fathimah Azahra

alt teks

Fatimah Azahra adalah putri Rasululloh Sallallahu Alaihi Wasallam, Fatimah seorang muslimah yang di kenalpaling taat pada orang tuannya, Fatimah Radhiallohuanhu melebihi wanita lainnya dari hal keturunan, kemuliaan, dan ilmu. Sedangkat Ali Bin Abi Tholib adalah seorang sahabat Nabi Sallallohu Alaihi Wasallam dan juga sosok pahlawan, namun beliau hanya seorang pemuda yang miskin, hidupnya hanya di habiskan buat berdawah di jalan Alloh bersama Nabi dan para sahabat-sahabat lainnya.

Ada rahasia yang tersimpan di hati Ali yang tidak di ceritakan oleh siapa pun, Fatimah karip kecilnya anak nabi yang sekaligus sepupunya sungguh membuat dia terpesona, ketertarikan Ali kepada Fatimah bermula ketika begitu sigapnya Fatimah membasuh dan mengobati luka parah Rasullullah karena selesai berperang, Ali Bin Abi Tholib tak tahu apakah itu cinta, yang jelas Ali tersentak ketika mendengar Fatimah mau dilamar oleh seorang pemuda yang paling dekat dan paling akrab dengan Rasullullah.

Kisah ini dirangkum dari berbagai sumber yang mengandung pelajaran yaitu, mau berani mengungkapkannya ketika punya perasaan kepada seseorang dan mau menghalalkannya.

Ali menyukai putri Rasullullah sudah sejak lama, kecantikan putri Rasullullah bukan hanya fisik (jasmaninya) saja namun juga rohaninya melintas batas hingga langit ketuju. Kendalanya adalah rasa rendah dirinya, “apakah dia mampu membahagiakan putri Rasullullah tersebut dengan keadaannya yang serba terbatas itu, itulah kira-kira gambaran perasaan Ali ketika waktu itu.

Suatu ketika Ali mendengar Fatimah dilamar oleh seseorang yang sangat dekat sekali dengan Rasullullah, bahkan berani mempertaruhkan nyawa, harta dan kedudukan nya menemani perjuangan Rasullullah sejak awal risalah islam ini. Dia lah Abu Bakar Asyidik Radhiallohuanhu. Entah kenapa mendengar berita itu, Ali terkejut dan tersentak jiwanya, muncul rasa-rasa yang dia pun tak mengerti, Ali merasa di uji karena terasa apalah dirinya jika dibandingkan dengan kedudukan Abu Bakar disisi Nabi,

Ali merasa belum ada apa-apa nya bila dibanding dengan perjuangannya dalam memnyebarkan risalah islam. Sudah banyak tokoh-tokoh dan bangsawan yang masuk islam karena sentuhan dakwahnya, salah satnya Usman Bin Affan, Abdurrahman Bin Auf, Tholhah, dan Sa’aat Bin Abi Waqos dan lain sebagaiya, yang tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali, tak sedikit juga budak yang dibebaskan oleh Abubakar, seperti Bilal bin Robbah, keluarga Yasir, dan Abdullah Bin Masud, Jika dibandingkan dari sisi vianansial, abu bakar seoraang saudagar tentu lebih bisa membahagiakan fatimah, sementara Ali hanya pemuda miskin dari keluarga yang miskin.

Melihat dan menilai dari situ Ali ikhlas jika Fatimah menikah dengan Abu Bakar, meskipun Ali tak mampu membohogi tetang perasaannya, membohongi rasa-rasa yang dalam hatinya yang ia sendiri tak mengerti apakah mungkin ini yang namanya cinta.

Lamaran Abu Bakar pun ditolak oleh Fatimah, sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya, Ali kembali mempersiapkan diri untuk memiliki Fathimah, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.

Namun ujian bagi Ali belum berakhir, setelah Abu Bakar mundur, muncullah laki-laki dengan gagah perkasa dan pemberani, seorang yang dengan masuk islamnya mengangkat derajat kaum muslimin, seorang yang laki-laki yang membuat Setan berlari takut dan musuh-musuh bertekuk lutut, seorang itu yang diberi gelar Al faruq dialah Umar Bin Khattab pemisah antar kebenaran dan kebatilan juga datang melamar Fathimah.

Ali pun Ridho jika Fathimah menikah dengan Umar, ia bahagia jika Fathimah bisa bersama dengan shabat kedua terbaik Rasulullah , setelah Abu Bakar namun kemudia Ali pun semakin bingung karena ternyata lamaran Umar pun ditolak.

Setelah itu menyusul Abdurrahman bin Auf melamar Fathimah dengan membawa seratu onta bermata biru dari Mesir dan 10.000 Dinar kalau diuangkan dalam rupiah kira-kira 55 Miliar, namun ternyata lamaranpun ditolak juga.

Ustman bin Affan pun melamar Fathimah dengan mahar sama seperti yang di bawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya saja kedudukannya lebih mulia, karena ia telah lebih dahulu masuk islam, namun ternyata tak disangka Rasulullah menolak lamaran Usaman bin Affan, empat sahabat sudah memberanikan diri datang melamar, dan mereka semua di tolak oleh Rasulullah ,

Pembesar-pembesar Quraisy yang memeliki kehormatan yang juga terdahulu masuk Islam dalam memiliki kemuliaan dan harta, setiap kali seorang pria Quraisy menyebut tentang Fathimah kepada Rasulullah , beliau memalingkan wajah dari orang itu sampai-sampai seorang diantara mereka menyangka bahwa Rasulullah benci kepadanya.

Suatu hari Abu Bakar dan Umar sedang duduk-duduk di masjid Rasulullah , saat itu Muat Al-Anshori juga ada bersama mereka, mereka membicarakan Fathimah binti Rasulullah ,

Abu Bakar berkata, “orang-orng terkemuka telah melamarnya kepada Rasulullah , tapi beliau mengatakan urusannya aku serahkan kepada Allah , jika dia menghendaki dia akan menikahkannya.”

“Sementara Ali belum pernah melamarnya dan belum pernah menyebut tentang Fathimah kepada Rasulullah , aku pikir, tidak ada yang mencegahnya melakukan itu melainkan kemiskinannya, kita akan bantu dan tolong dia."

"Saat bin Muadz berkata kepada Abu Bakar, mudah-mudahan Allah  memberi taufik kepada mu."

Salman al Farisi meriwayatkan, keluarlah mereka dari masjid untuk mencari Ali namun mereka tidak menemuinya, saat itu Ali sedang bekerja mengairi kebun kurma milik seorang Anshor dengan upah menggunakan unta miliknya.

Merekapun pergi ke tempat Ali yang sedang bekerja susah payah dengan menggunakan untanya mengankut air untuk menyirami pohon kurma, keringat berkecucuran membasahi wajah orang mulia ini.

Abu Bakar ditemani Umar  mendekati Ali dan berkata "Wahai Ali tidak satupun dari perkara kebaikan yang baik kecuali engkau yan paling cepat melakukannya, hubungan mu dengan Rasulullah dari sis kekeluargaan, kedekatan serta masa lalu bukan menjadi rahasia bagi semua orang, dengan hal tersebut, mengapa engkau tidak mendatangi Rasul untuk meminang Fathimah".

Umar tanpa basa-basi meneruskan pembicaraan, "Para pembesar Quraisy menginginkan Fathimah sebagai istri namun Rasul menolaknya, aku pikir beliau melakukan hal tersebut desebabkan dirimu".



 

5 Nikmat Yang Didapat Dengan Hidup Berjama'ah

 

5 NIKMAT YANG DIDAPAT DENGAN BERJAMAAH 


وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

“Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran 103)

Secara bahasa Al-Jama’ah Al-Ijtima (kesatuan), Al-Jami’ (berkumpul dan bersama-sama) perkumpulan dan Al-Ijma’ (kesepakatan dan persetujuan). Sedang secara istilah Al-Jama’ah menurut Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dalam sebuah hadist adalah:


مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى (رواه الترمذي، حديث حسن

“Orang yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (H.R. Tirmidzi, hadits Hasan)

 Sedangkan menurut Sahabat Nabi Abdullah Bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, menafsirkan istilah Al Jama’ah:

“Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri.”

 Pengertian Rahmat

Arti lain dari rahmat adalah nikmat, bisa berupa nikmat kenabian, kemerdekaan, nikmat berjamaah, nikmat sehat, dan masuk surga, semua kenikmatan yang di ridhoi Allah adalah rahmat.

Bahkan di untusnya Rasulullah adalah rahmat

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

”Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

 Berjama’ah itu wajib bagi umat islam karena perintah Allah . dan Berjamaah itu bagian dari rahmat Allah Seperti dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Nu’man bin Basyir dengan derajat hadits Hasan, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ (رواه أحمد عن النعمان بن بشير حديث حسن

“Al-Jama’ah adalah rahmat dan perpecahan adalah adzab.” (H.R. Ahmad dari Nu’man bin Basyir dengan derajat hadits Hasan)

Lima nikmat yang didapat dengan hidup berjamaah yaitu:

Pertama, Berjamaah Adalah  Merealisasikan Ibadah yang Sangat Penting.

Kenapa sangat penting..? karena disebutkan dalam Al Quran

Firman Allah :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ (ال عمران [٣]: ١٠٣

“Dan berpegangteguhlah kalian kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kalian berpecah-belah,” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)

Menurut Asy-Syaikh Dr. Abdullah Al-Muthlaq Ketika menafsirkan ayat ini berkata:

لُزُوْمُ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ أَهَمِّ الْعِبَادَاتِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ بِهَا

“Menetapi Jama’ah Muslimin adalah ibadah yang paling penting yang diperintahkan oleh Allah.”

Kedua, Mewujudkan Kasih Sayang dan Persaudaraan

وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا (ال عمران [٣]: ١٠٣

“Dan ingatlah kalian akan nikmat Allah kepadamu ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah melembutkan hati-hati kalian sehingga dengan nikmat Allah kalian menjadi bersaudara;” (Q.S. Ali Imran [3]: 103)

Dengan hidup berjama’ah akan terwujud kasih sayang dan persaudaraan antara umat Islam sebagaimana yang dirasakan oleh para sahabat dari suku Aus dan Khazraj.

Ketiga, Taat kepada Allah

Dalam sebuah riwayat Abdullah bin Mas’ud RA berkata: “Celakala engkau sesungguhnya kebanyakan manusia itu memisahkan diri dari jamaah, sesungguhnya jama’ah adalah segala sesuatu yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah.”

Taat kepada Allah dengan berjamaah dapat menyembabkan turunnya kedamaian hidup dan keberkahan dari hartanya dan usianya.

Keempat, Bertempat Di Tengah-Tengah Surga

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh H.R. At-Tirmidzi dan Hakim menshahihkannya, Rasulullah bersabda:

مَنْ أَرَادَ مِنْكُمْ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الْإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ (رواه الترمذي والحاكم وصححه

“Barangsiapa dari kalian menginginkan tinggal di tengah-tengah surga, maka hendaklah berpegang teguh kepada Al-Jama’ah karena setan bersama orang-orang yang sendirian dan dia dari dua orang lebih jauh.” (H.R. At-Tirmidzi dan Hakim menshahihkannya)

Kelima, Menyelamatkan Godaan Setan

Hadist yang diriwayatkan oleh Imaam Ahmad, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ الْإِنْسَانِ كَذِئْبِ الْغَنَمِ يَأْخُذُ الشَّاذَّةَ وَالْقَاصِيَةَ وَالنَّاحِيَةَ وَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ وَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَالْعَامَّةِ (رواه أحمد

“Sesungguhnya setan adalah serigala terhadap manusia, seperti serigala menerkam kambing yang terasing, menjauh dan menyisih. Maka janganlah kalian menempuh jalan sendiri dan hendaklah kalian berjama’ah dan berkumpul dengan orang banyak.” (H.R. Ahmad)    Wallahu A’lam 

Hal menarik lainnya

 

 

 

 

 

 

 



Berkata Baik, Memuliakan Tamu, Tetangga dan 10 cara memuliakan tentangga Menurut Imam Al-Ghazali

 

Berkata Baik, Memuliakan Tamu, Tetangga dan 

10 cara memuliakan tentangga Menurut Imam Al-Ghazali

 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه-, عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”  (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 6018, 6019, 6136, 6475 dan Muslim, no. 47]

Penjelasan Hadits

Kalimat “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir” yang terdapat pada hadist ke 15 adalah kalimat syarat dan jawab syaratnya adalah kalimat setelahnya, yaitu “hendaklah ia berkata baik atau diam”, “hendaklah ia memuliakan tetangganya”, “hendaklah ia memuliakan tamunya”.

Hadits di atas menunjukkan akhlak Islam yang menerangkan kaitan antara  iman dengan tiga adab yaitu, menjaga lisan terutama kepada tetangga dan tamunya.

Menurut Ibnu Rajab menjelaskan bahwa hadits tersebut mengandung sifat-sifat iman sebagai berikut:

Berbicara yang baik atau diam dari berkata yang buruk. Berbuat baik kepada tetangga, dan berlaku baik dalam melayani tamu.

Menurut Ibnu Hajar Asqalânî mengatakan bahwa hadits ini merupakan perintah untuk berahlak mulia dan larangan dari akhlak yang buruk, di mana orang yang memiliki iman akan melahirkan sifat belas kasih kepada makhluk Allah dengan berbicara yang baik dan diam dari perkataan buruk.

3 Faedah Hadist Yang Dapat Kita Ambil

Pertama Hadits ini menunjukkan adab yang sangat mulia sama dengan hadits kedua belas sebelumnya, “Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.”

Hadits keduabelas dari Arbain An-Nawawiyyah mengajarkan kita yang sifatnya umum. Sedangkan hadits ke 15 ini mengajarkan kita tiga adab khusus yaitu berkata baik, memuliakan tetangga, dan memuliakan tamu.

Kedua Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban itu ada dua macam: kewajiban kepada Allah dan kewajiban kepada sesama manusia. Kewajiban yang terkait dengan hak Allah adalah menjaga lisan.

Artinya kalau kita beriman dengan benar kepada Allah dan hari akhir, maka disuruh untuk menjaga lisan. Bentuknya adalah berkata yang baik, atau jika tidak bisa diperintahkan untuk diam.

Bahkan dalam sebuah Hadist Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Siapa yang menjamin (menjaga) di antara dua janggutnya (lisannya) dan di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku akan jaminkan baginya surga.” (HR. Bukhari, no. 6474).

Ketiga memuliakan tentangga, yang dimaksudkan dalam hadist ini adalah memuliakan dengan sebaik-baiknya, yaitu memuliakan dengan sempurna pada tetangga dan tamu.

Berikut 10 cara untuk memuliakan tentangga Menurut Imam Al-Ghazali

1.      Memulai mengucapkan salam kepada tetangga

2.      Menjenguk tetangga yang sakit.

3.      Melayat (ta’ziyah) ketika tetangga mendapatkan musibah.

4.      Mengucapkan selamat pada tetangga jika mereka mendapati kebahagiaan.

5.      Berserikat dengan mereka dalam kebahagiaan dan saat mendapatkan nikmat.

6.      Meminta maaf jika berbuat salah.

7.  Berusaha menundukkan pandangan untuk tidak memandangi istri tetangga yang bukan mahram.

8.      Menjaga rumah tetangga jika ia pergi.

9.      Berusaha bersikap baik dan lemah lembut pada anak tetangga.

10.  Berusaha mengajarkan perkara agama atau dunia yang tetangga tidak ketahui.



6 Cara Agar Tidak Gagal Faham Dalam Menjalani Hidup

 

6 Cara Agar Tidak Gagal Faham Dalam Menjalani Hidup

alt teks

Masa muda adalah masa yang sangat penting untuk menambah referensi pengetahuan dan pengalaman, yaitu dengan sadar menggunakan waktunya mencoba segala hal yang positif , waktunya tidak jatuh gagal dan waktunya meng explore segala skill potensi diri.

Ada istilah dari orang bijak “ lebih bagus gagal mencoba dari pada menyesal karena tidak mencoba ” tentunya maksud mencoba disini dalam konteks yang positif, karena kalau konteksnya negatif kita semua tahu sendiri akhirnya bakalan gimana.

Allah Subhanahu Wata’ala telah menerangkan bahwa musuh sejati bagi setiap individu Manusia adalah setan yang senantiasa ditaati, tak ada lebih membahayakan selain nafsu yang selalu dituruti. Jika tidak ingin menjadi pemuda seperti itu maka jadilah pemuda yang selalu tidak mudah gagal paham, berprestasi dan berfikir kritis.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Fajr ayat 15-16 telah berbicara terkait gagal paham tentang kehidupan. Yaitu ada manusia yang Allah uji dengan kesenangan, kesuksesan, lalu dia berkata “Tuhanku telah memuliakanku.” Namun apabila diuji dengan dibatasi rezekinya maka dia beranggapan bahwa Tuhanku telah menghinaku. Itulah yang banyak dikejar pemudahari ini, padahal gagal paham akan berpengaruh besar pada perilaku dan sikap.

“Mengamati keadaan pemuda hari ini kita akan mendapatkan pemandangan yang memprihatinkan, mayoritas mereka tenggelam dalam lautan syahwat, akrab dengan kemungkaran dan patuh kepada orang kafir yang sesat, orientasi pemuda hari ini hanya bermuara pada perkara yang fana dan hina”

Ada enam cara agar pemuda tidak gagal paham dalam menjalani hidup ini, tentunya bila pemuda dan pemudi bisa mengamalkannya pasti akan memberi kesejukan, kebaikan dan kemanfaatan dimanapun dia tinggal. Enam cara tersebut sebagai berikut:

Menjadi Pemuda Yang Berprestasi

Pemuda juga harus berprestasi, dapat dilihat dari aspek Aqliyyah (pola pikir) yaitu berfikir kritis, seperi Nabi Ibrahim yang mencari tuhannya mulai dari melihat Bintang, Bulan Hingga Matahari, namun pada akhirnya dengan kekritisannya dalam berfikir sehingga ia menyatakan tuhannya adalah yang menciptakan Alam Semesta.

Mindset dan Polapikir Yang Baik

“Ini soal mindset, seumpama lihat pemuda ganteng, mobilnya bagus, tapi dia ga pernah sholat ga masalah. Lalu, ada lagi seorang pemuda hafidz Qur’an, tapi tidak punya harta banyak. Nah kebanyakan orang sekarang pada pandangan yang benar atau gagal?,”

“Bagi orang yang beriman, yang enak ujian, lagi susah juga ujian, lagi kaya ujian, lagi miskin ujian, ukurannya apa? Agamanya, jadi tidak identik orang kaya itu mulia di mata Allah, tapi bukan berarti orang miskin itu hina di mata Allah,”

Mengexplore Skill Dengan Kegiatan Positif

Sebagai pemuda harus memperbanyak kegiatan yang positif, kegiatan yang membangun skill dan kegiatan menambah ilmu yang menghantarkannya cerdas dalam menjalani hidup, kritis bertanya, menambah wawasan dengan berdiskusi, seminar, dan kegiatan lainnya yang memaksa diri untuk berfikir,

Selanjutnya mengexplore skill diri dan potensi yang kita miliki dengan mengikuti atau berkecimpung dalam segala kegiatan yang bermanfaat dan positif yang diadakan di lingkungan sekolah , masyarakat pedesaan, daerah maupun kegiatan kepemerintahan yang ada hak izin untuk ikut andil di dalamnya.

Dengan melakukan hal-hal positif tersebut insyaaAllah kita semua akan menjadi pemuda yang bermanfaat dan siap menjadi generasi penerus bangsa yang menjadi solusi dan mengatasi  setiap permasalahan nusa bangsa bahkan agama.

Pemuda Yang Berfikir Kritis

Selain itu, pemuda harus berfikir kritis, ada seorang ulama yang mengatakan orang yang kritis itu justru tidak akan pernah berhenti belajar. Orang yang pintar atau berilmu bukan ditandai dengan tamatnya sekolah, tetapi orang yang tidak pernah berhenti belajar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an adalah Ulul Albab, Ulama/‘Aliim, Ulinnuhaa, dan Ahuldzikri.

Instrumen untuk berfikir kritis sudah dijelaskan dalam surah Al-Mulk ayat 23. “Katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani bagi kamu, tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”

Pemuda Yang Beriman Dan Berilmu

Yang disebut orang berilmu bukanlah ditandai dengan selesainya pendidikan di sekolah, justru orang yang disebut berilmu adalah orang yang kerjaannya berfikir, kalau ada yang mengaku berilmu tapi tidak berfikir ini bukan Ulul Albab. Instrumen yang Allah berikan untuk menjadi orang berilmu adalah Iman dan Ilmu.

Pemuda yang mendapatkan naungan dari Allah, Istiqomah dalam hal kebaikan, yaitu Mulazamah (membiasakan), Mudawwamah (berkelanjutan), Istimroriyah (terus-menerus).

“Dalam hal kebaikan, contohnya tahajud malam, baca Al-Qur’an, dzikir pagi dan petang dan lain sebagainya, lakukanlah minta kepada Allah, InsyaAllah Allah tidak akan mengingkari janji

Bermanfaat Untuk Orang Lain

Semua hasil yang kita cari kemudian berhasil mendapatkan dan meraihnya maka tugas terakhir seorang pemuda yang menjadi generasi penerus Nusa dan Bangsa adalah membagikan ilmu pengalaman tersebut pada orang lain yang belum mengetahuinya sebagai bentuk pengamalan dan pengabdian kita.

Pepatah mengatakan “ilmu tanpa pengamalan bagaikan pohon yang takberbuah” apa manfaat dan gunanya mempunyai wawasan ilmu pengetahuan yang banyak tetapi tidak mengamalkanya atau tidak memberi manfaat buat orang lain.

Menjadi sebaik baiknya manusia tentu menjadi impian semua orang sebagaimana ada salah satu Hadist Rasulullah yang diriwatkan dari Jabir R.A yaitu  خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ ” yang artinya : “ Sebaik-baiknya Manusia adalah yang bermanfa'at bagi manusia lainnya.”

Ada banyak cara bagi kita sebagai pemuda penerus bangsa untuk bisa bermanfaat bagi nusa bangsa bahkan agama, contohnya dengan belejar sungguh kita di sekolah atau di perkuliahan dan mengajarkan segala ilmu wawasan yang kita dapat kepada yang belum mengetahuinya.

Sebagai penutup intinya untuk menjadi seorang pemuda yang bermanfaat berdampak, menginpirasi  dan berdaya saing global. Disamping mempelajari ilmu agama, ilmu klasik  juga harus mempelajari ilmu bahasa asing dan ilmu teknologi.

Pemuda dan pemudi harapan bangsa juga harus pintar dan cermat dalam mengatur waktu dan mengurangi segala kegiatan yang kurang bermanfaat dan pintar dalam memilih lingkungan pergaulan. Aktif dalam segala kegiatan dan mengambil pelajaran atau nilai yang terkandung di dalamnya.

Masa muda adalah masa keemasan dan masa sangat penting bagi seseorang untuk menambah referensi pengetahuan dan wawasan juga merupakan waktunya mencoba segala hal positif dan bermanfaat guna mengexplore kemampuan skiil potensi diri dengan melakukanlah segala hal yang bermanfaat dengan niat yang tulus dibarengi dengan sungguh- sungguh serta pengamalanya.

Harapannya semoga kita semua senantiasa  menjadi pemuda yang bermanfaat bagi nusa bangsa bahkan agama…Aamiin. Wallahu A’lam.

 


KODIFIKASI HADITS, Berikut Sejarah Dan Perkembangannya

KODIFIKASI HADITS: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

Penghimpunan Hadits pada Abad ke II

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin AbdulAziz yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah yakni tahun datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadits. Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah dari bani Umayyah yang sangat terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang khalifah Rasyidin yang kelima. 

Literatur hadits dalam islam adalah literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan keputusan Nabi muhammad, inilah definisi ortodoks resmi yang diberikan oleh teolog- teolog muslim sepanjang jaman, mula-mula hadits di hafalkan, dan secara lisan disampaikan dari generasi ke generasi, sampai pada abad pertama hijria, hadits ditulis dalam kitab-kitab hadits. 

Beliau sangat waspada dan sadar, bahwa para perawi yang mengumpulkan hadits yang semakin sedikit jumlahnya, karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits dari para perawinya, mungkin haits-hadits itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghafalnya. Maka tergeraklah hatinya untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi dari para penghapalnya yang masih hidup.

Pada100 H Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada gubernur Madinah, AbuBakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm agar mengumpulkan dan membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat pada penghafal. Selain itu juga Beliau menginstruksikan kepada seluruh gubernur yang berada diwilayah Negeri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadits.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan “Lihatlah hadits Rasulullah, kemudian himpunlahia”. 

Demikian juga isi surat beliau yang dikirim kepada Ibnu Hazm (117 H) “Tulislah kepadaku apa yang tetap kepadamu dari hadits Rosulullah, sesungguhnya aku khawatir hilangny ilmu dan wafatnya para ulama”.

Semua ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari ahli-ahli abad yang kedua Hijrah. Himpunan- himpunan ini, bersama dengan revisi dan ulasannya, membentuk literatur hadits.

Kita menyesali kitab Az Zuhry dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui dimana sekarang ini.

Kitab yang paling tua yang ada di ummat islam dewasa ini, ialah Al Muwaththa’ susunan Imam Malik r.a. yang disuruh susun oleh khalifah Al Manshur diketika dia pergi naik hajji pada tahun 144 H (143 H).

As Suyuthy berkata dalam kitab Tarikhul Khuafa: Dalam tahun 143 H bangunlah Ulama Islam mulai membukukan hadits, fiqh dan tafsir, diantaranya:

  1. Di Makkah  : Ibnu Juraij.
  2. Di Madinah : Imam Malik.
  3. Di Syam      : Al Auza’y (88 H = 707 M – 157 H = 773 M).
  4. Di Bashrah  : Ibnu Abi Arubah (156 H =733 M) dan Hammad (167 H = 789 M).
  5. Di Yaman   : Ma’mar Al Azdy.
  6. Di Kufah    : Sufyan Ats Tsaaury.

Ibnu Ishaq menyusun kitab Al Maghazi wal Sujar (hadits-hadits yang mengenal sirah Rasul SAW). Kitab Al Maghazi ini adalah dasar-dasar pokok bagi kitab-kitab Sirah Nabi. Kitab yang mendapat perhatian para ulama dari masa ke masa, dari kitab-kitab itu hanyalah Al Muwaththa’saja dan Al Maghazi dalam urusan Siratun Nabawi.                                                              

Penghimpunan pada Abad ke III                              

Para ahli pada abad kedua, sebagaimana telah diterangkan, tidak mengasingkan hadits dari fatwa-fatwa Sahabat dan Tabi’in. Keadaan ini diperbaiki oleh ahli pada abad ketiga. Para ahli abad ketiga bangkit mengumpulkan hadits , mereka mengasingkan dari fatwa-fatwa itu.

Periode abad ketiga hijriah ini disebut masa kejayaan Sunnah karena pada masa ini kegiatan rihlah mencari ilmu dan sunnah serta pembukuannya mengalami puncak keberhasilan yang luar biasa dan perkembangan yang signifikan.  Mereka bukukan hadits saja dalam buku-buku hadits. Akan tetapi satu kekurangan pula yang harus kita akui, mereka tidak memisah-misahkan hadits.

Yakni, mereka mencampur adukkan hadits shahih dengan hadits hasan dan dengan hadits dla’if. Semua hadits mereka terima dan tidak menerangkan keshahihannya atau kehasanannya atau kedla’ifannya. Lantaran itu tak dapatlah orang yang kurang ahli mengambil hadits-hadits yang terbuku didalamnya.

Dapat kita katakan bahwa besar kemungkinan, Shahifah Abu Bakr ibn Hazm membukukan hadits saja mengingat perkataan ‘Umar kepadanya yang artinya: “Jangan anda terima melainkan hadits Rasulullah ”.

Maka dimulai mengumpulkan hadits yang hanya mengenai satu sebab saja, ialah Asy Sya’by. Beliau telah mengumpulkan hadits-hadits yang mengenai talaq. Beliau adalah seorang Imam yang terkemuka dalam permulaan abad kedua hijrah dan mereka menyusun itu secara musnad.

Ulama hadist dalam abad kedua dan ketiga, digelari “mutaqaddimin”, yang mengumpulkan hadist dengan usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan cara menemui para penghafal hadist yang tersebar diberbagai pelosok dan penjuru negara ‘Arab,persi dan lain-iainnnya.

Penghimpunan pada Abad ke IV

Setelah abad keempat berlalu, bangkitlah ulama-ulama abad keempat. Ahli abad keempat ini dan seterusnya digelari  “mutaakhkhirin”. Kebanyakan hadist yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab- kitab mutaqaddimin, sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri dengan mendatangi penghafalnya.

Ahli hadist sesudah abad ketiga tidak banyak lagi yang mentakhrijkan hadist, mereka hanya berusaha mentahdzibkan kitab-kitab yang telah ada, mereka menghafal dan memeriksa sanad dalam kitab-kitab yang telah ada, dalam abad keempat ini lahirlah fikiran yang mencukupi dalam meriwayatkan hadist dengan berpegang pada kitab yang ada saja, tidak melawat kesana-sini lagi. Menurut riwayat, ibnu mandah, adalah ulama terakhir yang mengumpulkan hadist dengan jalan lawatan.

Periode keempat hijriyah ini mengalami peningkatan dan paling sukses dalam pembukuan hadits, sebab pada masa ini ulama hadits telah berhasil memisahkan hadits Nabi dari yang bukan hadits atau dari hadits Nabi dari perkataan sahabat dan telah mengadakan filterisasi atau penyaringan yang sangat teliti, sehingga bisa memisahkan hadits mana  yang shahih dan yang tidak shahih.

Seorang tabi’in yang meriwayatkan sabda Nabi, berkewajiban menyebutkan nama sahabat yang didengarnya meyampaikan dari nabi tersebut, kalau dia tidak dapat melakukan demikian, maka hadits tersebut tertolak atau tadlis, bila hadits dengan isnad dan sanadnya menimbulkan keragu- raguan apakah satu atau lebih perawinya  dapat dipercaya atau tidak, secara otomatis tertolak.

Pada  fase  ini,  para  ulama  hadits  abad  IV  H.  berlomba  menghafal  hadit-hadits  yang  sudah dibukukan  oleh  para  ulama  terdahulu  dengan  sanadnya serta  meneliti  kesahihannya.  Kitab-kitab yang terkenal pada fase ini, seperti; Mu’jam-mu’jamnya Imam at Thabrany, Sunan Abi Daud, Sohih Abi Awanah, Sohih Ibnu Khuzaim.

Penelitian seksama terhadap isnad hadits keliahatannya perlu, karena para pengikut partai partai politik yang menyerukan inovasi teologis dan membenci syariat islam, telah  mengetahui bahwa suatu sabda yang di sebut berasal dari Nabi atau seorang Sahabat, dapat berpengaruh terhadap lawannya. Pada gilirannya, para inovasi teologis mengemukakan kata-kata yang berasal dari Nabi untuk memperkuat klaim klaim mereka sendiri. Dan juga kelompok lain yang mereka reka hadits.

Hampir seluruh hadits telah terhimpun kedalam buku, hanya sebagian kecil saja dari hadits yang belum terhimpun. Karena itu, pada periode ini juga disebut masa kodifikasi dan filterisasi. Ulama hadist bertingkat-tingkat kedudukannya di dalam menghafal, di antara mereka ada yang dapat menghafal 100. 000 hadist, yang karena itu mereka di namai “hafidh “ ada yang dapat menghafal 300.000 hadist yang mendapat nama “ hujjah”, sedangkan yang lebih dari jumlah itu digelari “hakim”.

Adapun Al bukhary, Muslim, Ahmad, Sufyan Ats Tsaury dan Ishaq ibnu Rahawaih dikalangan mutaqaddimin dan Ad Daraquthny dikalangan mutakhkhirin digelari “ Amirul-mu’minin fi’l-haadist ”

Dengan usaha-usaha  Al bukhary, Muslim dan Imam hadist lainnya yang berada  di seluruh ahli abad ketiga, terkumpullah jumlah yang sangat besar dari hadist-hadist yang shohih. Sedikit sekali hadist- hadist shahih yang tidak terkumpul dalam kitab-kitab ahli hadist abad ketiga, yang diusahakan mengumpulkannya oleh ahli hadis pada abad keempt. 

Kitab hadist- hadist shahih yang tidak terdapat pada kitab-kitab shahih abad ketiga diantara nya:

  1. Ash shahih, susunan Ibnu kuzaimah.
  2. At Taqsim wal anwa, sunan Ibnu hibban.
  3. Al Mustadrak, susunan Al Hakim.
  4.  Al shahih, susunan Abu ‘awana
  5. Al Muntaqa, susunan Ibnul jarud
  6. Al Mukhtarah, susunan Muhammad ibn Abdul Wahid Al Maqdisi

Akan tetapi kitab yang tiga buah ini tidak sama derajadnya, yang tertinggi dari ketiga kitab itu ialah: Shahih Ibnu Khuzaimah. Dibawahnya Ibnu hibban dan dibawahnya lagi shahih al hakim. Kemudian perlu diketahui bahwa hadist yang dishahihkan oleh ibnu hibban sendiri, tak dapat terus langsung diterima, karena beliau di pengaruhi oleh sifat bermudah-mudah dalam menshahihkan hadist.

Demikian halnya dengan hadist-hadist yang di tashhihkan oleh Al hakim hendaknya diperiksa lebih dahulu tentang keshahihhannya, Adz Dzahaby, seorang imam hadist yang mengoreksi dengan teliti hadist-hadist yang ditashhihkan oleh Al hakim, maka pergunanakanlah kitab Adz Dzahaby dalam berhujjah dengan hadist-hadist Al hakim ini. dalam kitab enam ini kita memperoleh hadist-hadist shahih yang tidak terdapat dalam kitab- kitab shohih yang disusun oleh ahli Abad ke tiga.

Cara Menyusun Kitab Hadist, 

Ada empat cara penyusunan kitab- kitab hadist diantaranya:

  1. Kitab- kitab shahih dan sunnah disusun dengan dasar membagi beberapa kitab dan bab, seperti bab shalat, wudhu dan seterusnya. Maka tiap-tiap hadist yang berkaitan dengan shalat dimasukkan ke dalm bab shalat, demikian seterusnya.
  2. Kitab Musnad, disusun menurut perawi pertama, perawi yang menerima langsung dari Rasullullah SAW,
  3. Ibnu Hibban menyusun kitabnya dengan jalan membagi lima bagian: Pertama bagian suruhan, kedua bagian tegahan,ketiga bagian khabar, keempat bagian ibadat dan kelima bagian af’al ( pekerjaan ),
  4. Ada juga penyusun yang menyusun kitabnya secara kamus, memulainya dengan hadist yang berawalan A-I-U. Kemudian yang berawalan B, demikian seterusnya, seperti kitab Al Jami’ush Shaghir susunan As Sayuthy. 
  5. Masa memperbaiki susunan kitab-kitab hadist abad kedua,tiga dan empat

Az Zuhry telah memulai membina dalam pembendaharaan hadist dalam permulaan abad kedua yang kemudian secara berangsur-angsur disempurnakan oleh para ahli abad kedua,tiga dan empat, lalu pada akhir abad yang keempat selesailah pembinaan hadist, cukuplah terkumpul seluruh hadist yang diterima dari nabi Muhammad , dengan berbagai jalan. Dan terhentilah  kesungguhan yang telah diberikan oleh imam-imam hadist pada abad ketiga dan keempat, sebagaimana telah padam cahaya ijtihad.

Maka ulma- ulama abad kelima hijriah menitik beratkan usaha untuk memperbaiki susunan kitab, seperti mengumpulkan hadist- hadist hukum dan hadist targhib dalam satu kitab dan mensyarahkannya, serta mengumpulkannya hadist yang terdapat dalam kiitab enam dan lain-lainnya dalam sebuah kitab besar.

Ringkasnya, bahwa mulai abad kelima, masuklah hadist ke zaman pembagusan susunan kitab- kitabnya, maka terdapatlah kitab-kitab syarah yang memudahkan kita memahami hadist dan kitab mukhtasar yang juga memudahkan kita memperoleh hadist, dan memudahkan memetik hadist yang di perlukan sehari - hari.

Ulama yang datang sesudah berlalu abad keempat, seluruhnya berpegang pada  apa yang telah dibukukan oleh imam hadist yang telah lalu, namun jangan  pula disangka bahwa dalam abad sebelum abad yang kelima tak ada usaha sama sekali untuk membaguskan susunan kitab hadist, atau mengumpulkan beberapa kitab dalam sebuah kitab besar, hanya saja belum seberapa di perhatikan oleh para ulama hadist.

Ulama ulama hadist dalam abad- abad tersebut, masih menitik beratkan usahanya kepada soal yang urgent, yaitu : menyaring hadist dan memeriksa sanadnya, ini memang dinilai lebih perlu dan lebih penting dari pada usaha membaguskan susunan kitab- kitab dan membaguskan teknik pembukuan hadist.

di antara usaha ulama yang terpenting dalam priode ini ialah :

Mengumpulkan hadis- hadis Al Bukhary dan Muslim dalam sebuah kitab, Mengumpulkan hadist- hadist dalam kitab enam, Mengumpulkan hadist- hadist yang terdapat dalam berbagai kitab, dan mengumpulkan hadits-hadits hukum dan menyusun kitab Atharaf.

Di antara kitab yang mengumpulkan hadits- hadits Al Bukhary dan Muslim, ialah :

Kitab Al jami’ bainash- Shahihain, oleh  isma’il ibnu Ahmad yang terkenal dngan nama ibnul furat (414 H ), oleh Muhammad ibn Nashr Al Humaidy ( 488 H) dll.

Di antara yang mengumpulkan hadits- hadits dari kitab- kitab enam, ialah :

Tajridu ‘s-Shihah, oleh razin mu’awiyah, Kitab ini disempurnakan oleh ibnul Atsir Al jazary dalam kitabnya jami’ ul ushul li Ahditsi ‘r-Rasul. Kitab ini telah disyarshkan oleh Abdu robbih ibn sulaiman yang terkenal dengan nama Al Qalyuby. Kitab ini dinamai Jami’ul Ma’qul wal Manqul, syarah Jami’ul Ushul. dll

Di antara kitab- kitab yang mengumpulkan hadits dari berbagai kitab, ialah :

Mashabihu ‘s-Sunnah oleh Al imam Husain ibn Mas’ud Al Baghawy (516 H), kitab ini telah disaring oleh Al Khathib At Tabrizy dan kitab itu dinamai Misykatul-Mashabih. Diantara yang mensyarahkan Al misykah ini, ialah Al baid lawy( 685 H), dll.

Di antara kitab- kitab yang mengupulkan kitab hadits hukum, ialah :

Muntaqal Akhbar, oleh majduddin ibn taimiyah Al harrany (652 H)  yang telah disyarahkan oleh Asy Syaukhany (1250), dalam kitabnya Nailul Authar,  As Sunanul kubra oleh Al Baihaqy (458 H), Al Ahkamus Sughra, oleh Al hafidh Abu Muhammad Abduh Haq Al Asybily ( Ibnu Kharrat ) ( 582 H). dll,

Penghimpunan Pada Abad ke V Sampai dengan Sekarang

Ulama hadits telah menetapkan bahwa para ahli yang hidup sebelum abad ke-4 H atau disebut Mutakadimin (pendahulu). Sedangkan sesudahnya (awal abad ke-5 H) disebut Mutaakhirin.  Pada periode Mutaakhirin, tumbuh asumsi merasa cukup dengan hadits yang telah berhasil dihimpun oleh Mutakadimin.

Oleh karena itu, dirasakan tidak perlu lagi melakukan lawatan ke berbagai negri untuk mencari hadits tetapi mereka semangat untuk memelihara apa yang telah dikerjakan oleh para pendahulu maka mereka saling berlomba untuk menghafal.

Pada masa abad 5 sampai 6 H  ini disebut penghimpun dan penertipan, dan di antara kegiatan pengodifikasi hadits pada periode ini adalah dalam bentuk mu’jam ( ensiklopedi ), shahih ( himpunan hadits shahih saja ), mustadrak ( susulan shahih ), sunan al-jam’u (gabungan dua atau beberapa kitab hadits ), ikhtishar ( rangkuman ), istikhraj, dan syarah (ulasan). 

Penghancuran Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah oleh Pasukan Hulagu Khan (tahun 656 H) telah menggeser kegiatan dibidang hadits ke Mesir dan India. Banyak kitab-kitab yang beredar di tengah-tengah masyarak at Islam berasal dari usaha penerbitan yang dilakukan oleh ulama-ulama India. Contoh: Ulum Al Hadits karya Al Hakim.

Cara penerimaan dan penyampaian hadits dimasa abad ke-7 mengalami pergeseran. Cara yang digunakan kadang-kadang berupa pemberian izin oleh seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan hadits dari guru tersebut. Dan kadang-kadang pemberian catatan hadits dari seorang guru kepada orang yang ada didekatnya atau yang jauh, baik catatan itu dibuat sendiri oleh guru tersebut atau menyuruh orang lain.

Hingga sekarang, kegiatan yang umum adalah mempelajari kitab hadits yang telah ada, mengembangkannya dan membuat pembahasan atau juga membuat ringkasan-ringkasan terhadap kitab hadits yang telah ada. 

PENUTUP

Pada priode pemerintahan Khalifah Umar bin AbdulAziz yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah yakni tahun datanglah angin segar yang mendukung kelestarian hadits.

Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari bani Umayyah yang terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang khalifah Rasyidin yang kelima.

Beliau sangat waspada dan sadar, bahwa para perawi yang mengumpulkan hadits dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya, karena meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits dari para perawinya, mungkin haits-hadits itu akan lenyap atau punah bersama lenyapnya atau wafatnya para penghafalnya.

Maka tergeraklah hatinya untuk mengumpulkan hadits-hadits Nabi dari para penghapalnya yang masih hidup. Pada tahun 100 H Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm supaya membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat pada penghafal.

Selain itu Beliau juga menginstruksikan kepada seluruh gubernur diseluruh wilayah negri islam agar para ulama dan ahli ilmu menghimpun dan membukukan hadits.

“Lihatlah hadits Rasulullah, kemudian himpunlah ia”.

Demikian juga isi surat beliau yang dikirim kepada Ibnu Hazm (w 117 H) “Tulislah kepadaku apa yang tetap kepadamu dari hadits Rosulullah, sesungguhnya aku khawatir hilangny ilmu dan wafatnya para ulama”.

Semua ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari ahli abad yang kedua Hijrah. Himpunan-himpunan ini, bersama dengan revisi-revisi dan ulasan- ulasannya, membentuk literatur hadits.

Ulama hadits telah menetapkan bahwa para ahli yang hidup sebelum abad ke-4 H atau disebut Mutakadimin (pendahulu). Sedangkan sesudahnya (awal abad ke-5 H) disebut Mutaakhirin.  Pada periode Mutaakhirin, tumbuh asumsi merasa cukup dengan hadits-hadits yang telah dihimpun oleh Mutakadimin. 

Oleh karena itu, dirasakan tidak perlu lagi dilakukan lawatan ke berbagai negri untuk mencari hadits tetapi mereka semangat untuk memelihara apa yang telah dikerjakan oleh para pendahulu maka mereka saling berlomba untuk menghafal.

Penghancuran Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah oleh Pasukan Hulagu Khan (tahun 656 H) telah menggeser kegiatan dibidang hadits ke Mesir dan India. Banyak kitab-kitab yang beredar di tengah-tengah masyarakat Islam berasal dari usaha penerbitan yang dilakukan oleh ulama-ulama India. Contoh: Ulum Al Hadits karya Al Hakim.

Cara penerimaan dan penyampaian hadits dimasa abad ke-7 mengalami pergeseran. Cara yang digunakan kadang-kadang berupa pemberian izin oleh seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan hadits dari guru tersebut.

Pemberian catatan hadits dari seorang guru kepada orang yang ada didekatnya atau yang jauh, baik catatan itu dibuat sendiri oleh guru tersebut atau menyuruh orang lain. Hingga sekarang, kegiatan yang umum adalah mempelajari kitab-kitab hadits yang telah ada, mengembangkannya dan membuat pembahasan-pembahasan atau juga membuat ringkasan-ringkasan terhadap kitab-kitab hadits yang telah ada. Wallahu A'lam