Umat Islam yang mayoritas ( sekitar 22,34% dari
jumlah penduduk dunia yang sekitar 7
milyar dalam keadaan menghadapi berbagai macam penderitaan sebagai layaknya
kaum minoritas. Kondisi ini sebagaimana yang digambarkan di dalam Al Qur’an dan
As sunnah sebagai berikut :
Menderita karena perpecahan umat baik karena di
adu domba, perbedaan faham maupun karena perebutan kekuasaan firman Allah SWT :
قُلْ
هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِّن فَوْقِكُمْ أَوْ
مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًاوَيُذِيقَ بَعْضَكُم بَأْسَ
بَعْضٍ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُون
“ Katakanlah (Muhammad), "Dialah yang
berkuasa mengirimkan azab kepadamu, dari atas atau dari bawah kakimu atau Dia
mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan
merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain Perhatikanlah, bagamaimana Kami menjelaskan
berulang-ulang tanda-tanda (kekuasaan) Kami agar mereka memahami(nya)”.
Menderita karena mengikuti syaitan ( hawa nafsu
) dengan melakukan kemaksiatan – kemaksiatan. Firman Allah SWT, Al Kahfi : 28 dan Qs Maryam : 59
وَاصْبِرْ
نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطً
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa
nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”.
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ
يَلْقَوْنَ غَيًّا
Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti
yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya (Qs Maryam : 59 )
Menderita karena Al Wahn ( Cinta dunia secara
berlebih – lebihan ), iman dan akidah dijual untuk mengikuti, mendukung
kekufuran dan mendiskriditkan sunnah Rosulullah Sabda
Rosullah ﷺ
يوشك أن
تداعى عليكم الأمم من كل أفق كما تداعى الأكلة إلى قصعتها. قيل يا رسول الله أمن
قلة يومئذ ؟ قال لا ولكنكم غثاء كغثاء السيل يجعل الوهن في قلوبكم و ينزع الرعب من
قلوب عدوكم لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت). رواه أبو داود و احمد وصححه الألباني
في صحيح الجامع الصغير 2/1359 ح 8183 و سلسلة الأحاديث الصحيحة ح
Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir
menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu
makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami
waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu
seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap
kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya,
“Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad,
Al-Baihaqi, Abu Dawud No. 3745)
Menderita karena meninggalkan system kehidupan
yang Islami dan mengikuti sitem kehidupan yang non Islami, dalam bidang
ekonomi, budaya, sosial, pendidikan, dan kepemimpinan serta yang lainnya. Sabda
Rosulullah ﷺ :
Dari Abu Sa‘id Al Khudri, ia berkata:
“Rasululah bersabda: ‘Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum
kalian, sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang
biawak, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya.’ Mereka (para sahabat) bertanya:
‘Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani?’ Sabda beliau: “Siapa
lagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menderita karena di dzolimi oleh orang – orang
kafir, mereka tidak memilki kemampuan untuk membela dan menyelamatkan dirinya
dari kekejaman orang – orang kafir.
Firman Allah SWT Qs Al Anfal 73
وَٱلَّذِينَ
كَفَرُوا۟ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِى ٱلْأَرْضِ
وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian
mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin)
tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Menderita karena keterbelakangan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sabda
Rosulullah ﷺ
عَنْ
عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ
انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ
الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا
جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.رواه
البخاري
Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, berkata:
Saya mendengar Rasulullah ﷺ
telah bersabda’: “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan menariknya
dari hati hamba-hambanya (ulama), akan tetapi mengambil ilmu dengan mewafatkan
para ulama, sehingga apabila tidak terdapat ulama, maka manusia akan menjadikan
orang-orang bodoh menjadi pemimpin mereka, lalu orang-orang bodoh itu akan
ditanya (dimintai fatwa), kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, maka orang-orang
bodoh itu menjadi sesat dan menyesatkan orang lain”. (H.R Bukhari dan Muslim).
سَيَخْرُجُ
فِى آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الأَسْنَانِ سُفَهَاءُ الأَحْلاَمِ
يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَقْرَؤُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ
حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ
الرَّمِيَّةِ فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِى قَتْلِهِمْ
أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري
“Akan muncul pada akhir zaman, suatu kaum yang
umurnya masih muda (yakni sedikit ilmunya), rusak akalnya. Mereka berkata dengan
sebaik-baik perkataan manusia (yakni suka membahas masalah agama). Mereka
membaca al-Qur`an, namun Al Qur’an tidak melewati kerongkongannya (yakni salah
dalam memahami al-Qur`an). Mereka telah terlepas dari agama, bagaikan
terlepasnya anak panah dari busurnya. Apabila kalian menemui mereka, bunuhlah
mereka, karena terdapat ganjaran bagi yang membunuh mereka di sisi Allah pada
hari kiamat nanti.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kondisi penderitaan ini sesungguhnya merupakan
akibat dari krisis kepemimpinan islami rahmatan lil’alamin, oleh karena itu
untuk mengeluarkan umat islam dari penderitaan ini maka diperlukan dengan
sangat mendesak adanya kepemimpinan islami, karena umat islam sedang dalam
keadaan terancam akidahnya.
Sebagaimana ketika Bani Israil menghadapi
ancaman tentara Jalut, mereka merindukan pemimpin yang dapat melindungi mereka
dari ancaman tentara Jalut seperti yang dikisahkan dalam surat Al Baqarah ayat
246-251.
Pengertian Kepemimpinan yang Islami ( Kholifah,
Imamul Muslimin, Amirul Mukminin )
Ma’na Menurut Bahasa
Menurut bahasa “imam” adalah : “Seorang pemimpin atau lainnya yang diikuti
baik laki-laki maupun perempuan.” (Mu-hitul Muhit:I/16). Sedang ma’na
“khalifah” menurut bahasa ada-lah : “Seorang yang menggantikan kedudukan orang
lain.” (Muhitul Muhit: I/250) . Jadi, menurut bahasa, khalîfah adalah orang
yang mengantikan orang sebelumnya. Jamak-nya, khalâ’if. Kata khalifah dalam
bentuk tunggal terulang dua kali dalam Al-Quran, yaitu dalam Al-Baqa-rah (2)
ayat 30 dan Shad (38) ayat 26.
Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh
Al-Quran, yaitu:
1.
Khalaif
yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada surah Al-An’am 165, Yunus 14, 73,
dan Fathir 39.
2.
Khulafa’
terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah. Al-A’raf 7:69, 74, dan Al-Naml
27:62.
Ma’na Menurut Istilah
Imaam” adalah : “Pengganti Rasul yang
me-negakkan Ad-dien (Islam).” (Muhitul Muhit : I/16). “Khalifah” adalah: “Imam yang tidak ada di
atasnya lagi seorang imaam.” (Muhitul Muhit : I/250). “Amirul Mu’minin” adalah:
“Gelar (laqob) bagi Khalifah.” (Mu’jamul
Washit : I/26)
Imaam, Khalifah, Amirul Mu’minin adalah kalimat
sinonim atau mengandung pengertian yang sama.
Menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M),
Khalifah adalah pengembanan seluruh urusan umat yang sesuai dengan kehendak
pandangan syari’ah dalam kemaslahatan mereka baik ukhrawiyah, maupun duniawiyah
yang kembali kepada kemaslahatan ukhrawiyah (Al-Muqaddimah, hal. 166 &
190).
Kewajiban Membai’at Kepemimpinan Yang Islami
مَنْ
خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ حُجَّةَ لَهُ
وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barang siapa melepaskan tangan dari ketaatan,
dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tidak memiliki hujjah (argumen).
Dan barang siapa mati, sedangkan di lehernya tidak ada bai’at, dia mati dengan
keadaan kematian jahiliyah”[HR Muslim, no. 1851. Ahmad dalam al-Musnad, 2/133.
Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah, no. 91, dan lainnya; dari 'Abdullah bin 'Umar.
Sabda Rosulullah ﷺ : “Dan
barangsiapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka
haruslah ia mentaatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan
merebutnya, maka pukullah leher orang tersebut.” (HR. Muslim dari Abdullah bin
Amr bin ‘Ash, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132, Ibnu Majah, Sunan
Ibnu Majah II/467, An-Nasai, Sunan An-Nasai VII/153-154. Lafadz Muslim)
“Imam Al Mawardi berkata dalam Al Ahkam Ash
Shulthoniyah (I/5), “Kepemimpinan diadakan dalam rangka menggantikan tugas
kenabian, berupa menjaga dien dan mengatur urusan duniawi. Dan memberikan
amanah ini kepada orang yang bisa melaksanakan di kalangan umat Islam hukumnya
wajib berdasar-kan ijma.”
“Imam Al-Qal’i berkata dalam Tahdzib Ar Riyasah
Wa Tartib As Siyasah (74), “Seluruh kalangan umat Islam sepakat kecuali
beberapa golongan yang tidak terlalu diperhitungkan perbedaan pendapatnya
tentang kewajiban mutlak mengangkat
seorang imam, meskipun mereka berbeda pendapat dalam kriteria dan
syarat-syaratnya.
Maka saya katakan, penga-turan urusan dien dan
dunia merupakan se-buah tujuan, dan tidak akan tercapai selain adanya imam.
Kalau kita tidak mengatakan keberadaan seorang imam itu wajib, tentu aki-batnya
akan timbul perselisihan dan partumpahan darah yang tiada henti hingga hari kiamat.
Jika dalam sebuah masyarakat tidak ada seorang imamyang ditaati, kemuliaan
Islam akan tercemar kemudian lenyap.”
“Tidak halal untuk menikahi seorang wanita
dengan talak orang lain, tidak halal seseorang membeli barang yang sedang
dibeli oleh kawannya sehingga ia meninggalkannya, tidak halal bagi tiga orang
yang berada di suatu daerah kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka
menjadi amir (pemimpin), dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu
tempat berbisik dua orang tanpa dengan kawan yang satunya.” (HR. Ahmad dari
Abdullah bin Amr).
“Imam As Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar
(IX/157) berkata, “Jika kewajiban ini disyari’atkan kepada tiga orang yang
berada di suatu tempat, atau sedang berpergian, maka ia lebih disyariatkan lagi
para kumpulan orang yang jumlahnya lebih banyak, yang tinggal di desa-desa dan
kota, yang mereka memerlukan pembelaan terhadap tindakan kedzaliman dan pemberi
keputusan ketika terjadi pertikaian.”
Karakteristik Kepemimpinan Yang Islami
1. Figur Pemimpinnya seorang Mu’min
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ
مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah
dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (Qs. An Nisa : 59)
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ
الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan
zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.
2. Bersifat Universal
وَمَآ
أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةً۬ لِّلۡعَـٰلَمِينَ
Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Wahai
Muhammad) kecuali rahmat bagi seluruh makhluk.” (Al Anbiya: 107).
Kepemimpinan Rosulullah ﷺ dan
khulafaur Rosyidin bersifat universal untuk seluruh ummat Islam dimanapun
mereka berada, bukan hanya untuk muslimin yang berada di madinah saja, sehingga
kaum muslimin di seluruh dunia hanya di pimpin oleh seorang Imam.
3. Berhukum berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah
secara adil
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ
مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah
dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (Qs An Nisa : 59)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ
وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ
غَنِيًّا أَوْ فَقَيرًا فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن
تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun
miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah
Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.
4. Diangkat berdasarkan musyawarah atas dasar
wasiat dari Imam atau kholifah yang sebelumnya.
Sebagaimana sahabat Abu Bakar diangkat sebagai
kholifah melalui musyawarah kaum muslimin pada saat itu di Tsaqifah Bani
Sa’adah, sedangkan kholifah Umar bin Khattab dibai’at melalui wasiat.
“Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuma berkata
: dikatakan pada Umar, tidakkah engkau memilih (khalifah), Umar berkata: jika
saya memilih, maka telah memilih seseorang yang lebih baik dariku yaitu Abu
Bakar, dan jika aku tinggalkan, maka telah meninggalkan (urusan kehilafahan)
orang yang lebih baik dariku yaitu Rasulullah.” (HR. Muttafa-qun ‘alaihi).
“Dari ‘Aisyah berkata, bersabda Rasulullah ﷺ
ketika sakitnya : panggilkan Abu Bakar dan saudaramu sampai aku tuliskan
wasiat. Maka sesungguhnya aku takut untuk berangan-angan ada yang mengatakan
saya lebih berhak (atas kepemimpinan). Dan Allah dan kaum mukminin
menyetujuinya kecuali Abu Bakar.” (HR. Muslim).
Sejarah Pembai’atan Wali Al Fatah
Konferensi Khilafah di berbagai negara, pra dan
pasca keruntuhan Utsmaniyyah (1924):
1.
All India
Khilafat Conference, 1919 M di India
2.
Konferensi
Islam International, 1921 M. di Karachi Pakistan
3.
Dewan
Khilafah, 1924 di Mekkah ( dibentuk Syarif Husein Amir)—tidak berlanjut
4.
Kongres
Kekhilafahan Islam, 1926 di Kairo
5.
Kongres
Muslim Dunia, 1926 di Mekkah
6.
Konferensi
Islam Al-Aqsha, Desember 1931 di Yerussalem
7.
Konferensi
Islam International kedua, 1949 di Karachi
8.
Konferensi
Islam International ketiga, 1951 di Karachi
9.
Pertemuan
Puncak Islam, Agustus 1954 di Mekkah
10.
Konferensi
Muslim Dunia 1964 di Mogadishu
11.
Konferensi
Muslim Dunia 1969 di Rabat Maroko dan melahirkan OKI
12.
Konferensi
Tingkat Tinggi Islam, Pebruari 1974 di Lahore Pakistan.
Setelah mengalami perjalanan yang panjang,
sampai dengan tahun 1953 muncullah tiga pertanyaan dalam pemikiran Dr. Syaikh
Wali Al–Fatah :
1.
Mengapa
kaum muslimin senantiasa gagal dalam memperjuangkan terwujudnya kepemimpinan
yang islami?
2.
Mungkinkah
Islam dapat ditegakkan dengan cara di luar Islam?
3.
Mustahil
dalam Islam tidak ada sistem untuk memperjuangkan tegaknya kalimat Allah?
Dari tiga pertanyaan itulah Wali Al-Fatah
terus-menerus melakukan kajian bersama para ulama saat itu, untuk mencari
solusi permasalahan tersebut. Maka beliau menarik kesimpulan; bahwa Islam tidak
mungkin ditegakkan dengan cara-cara diluar Islam, termasuk melalui jalur
politik parlementer.
Setelah berkali-kali diadakan musyawarah dengan
para ulama, maka dibai’atlah Wali Al Fatah oleh beberapa orang ulama dan tokoh
saat itu, kemudian pada hari Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H/20 Agustus
1953 diumumkan pembai’atan tersebut di gedung Aducstaat (Bapenas sekarang) di
Jakarta.
Para Ulama Yang Membai’at Awal Wali Al-Fatah Generasi
Awal Adalah :
Kyai Muhammad Maksum (Khadimus Sunnah, ahli
hadits - Yogyakarta-). 2.Ust. Sadaman (Jakarta). 3.KH. Sulaeman Masulili
(Sulawesi). 4.Ust. Hasyim Siregar (Tapanuli). 5.Datuk Ilyas Mujaindo, dll.
Kemudian disiarkan melalui media cetak: Harian
Keng Po, Pedoman dan Daulat Rakyat, serta media elektronik : melalui Radio
Australia dalam bahasa Inggris 22 Agustus 1953 oleh Zubeir Hadid dan di RRI
Pusat (1956) oleh Ust. Abdullah bin Nuh dalam bahasa Arab. Inilah awal
ditetapinya kembali Jama’ah Muslimin dan Imaamnya. 1972 mendapat tanggapan
positif dan do’a serta gelar Syaikh kepada Wali Al-Fatah, dari Raja Feisal
–Saudi Arabia
Wali Al-Fatah menegaskan, “Kalau memang telah
ada yang lebih dulu muslimin menetapi Jama’ah Muslimin dan Imaamnya, kita
makmum. Kami menyadari bahwa Imaam itu tidak boleh dua, kami menyadari bahwa
Jama’ah itu tidak boleh dua. Jama’ahnya harus satu dan Imaamnya pun harus satu.
Sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah ﷺ dan
Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin.”
Pembai’atan Muhyidin Hamidy
Imammul Muslimin Wali Al-Fattaah wafat pada 19
Nopember 1976, Maka sebelum jenazahnya dikuburkan, sesuai dengan sunnah, pada
hari Sabtu 28 Dzulqa’dah 1396 H / 20 November 1976 M dibai’atlah sebagai
penggantinya, hamba Allah Muhyiddin Hamidy menjadi Imaamul Muslimin. Sebagai
Imaam yang kedua dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Alhamdulillah dari waktu ke waktu kaum muslimin
makin menyadari akan pentingnya kesatuan dan persatuan umat, sehingga secara
bertahap muslimin di berbagai daerah dan negeri bersatu dalam satu wadah yang
disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya, yakni Jama’ah Muslimin dan Imaamnya.
Pembai’atan Yakhsyallah Mansur
Imamul Muslimin Muhyidin Hamidy wafat pada hari
jum’at 18 Safar 1436 H / 12 Desember 2014 dalam usia 81 tahun, maka sebelum
jenazahnya dikuburkan sesuai dengan sunnah Rasulullaah ﷺ pada
hari itu juga dibai’atlah Yakhsyallah Mansur sebagai Imamul Muslimin hingga
sekarang, merupakan imam yang ketiga dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah).
Wallahu A’lam Bishshawab.