Nabi Muhammad juga seorang pendidik dan utusan Allah, ditegaskan oleh Allah ﷻ dalam Al - Quran, antara lain: “Ya Tuhan Kami, utuslah di tengah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As Sunnah) kepada mereka serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.s Al-Baqarah [2]: 129)
Ayat AL-Quran diatas merupakan doa Nabi
Ibrahim ‘Alaihi Salam agar keturunanya lahir orang yang dapat mengembangkan
agama dan mangajarkan ilmu pengetahuan dalam membina moral manusia.
Doa itu dikabulkan Allah dengan mengutus Nabi
Muhammad ﷺ sebagai penutup para Nabi dan Rasul ﷺ sekaligus sebagai seorang pendidik yang mengajarkan berbagai
prilaku positif dengan contoh dan teladan yang baik untuk praktekkan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Mengajarkan kepada manusia al-Kitab bukan
hanya mengandung pengertian mengajarkan Al Quran semata, tetapi juga mengajarkan
menulis yang merupakan arti bahasa dari kata al Kitab.
Menurut Muhammad Abduh (1265 H/ 184 9M 1323
H/1905 M), pengertian yang terakhir ini lebih sesuai mengingat pentingnya peran
tulisan bagi kemajuan peradaban umat manusia.
Allah juga berfirman yang artinya, “Sungguh
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(Q.S. Ali Imran [3]: 164).
Pada ayat ini mejelaskan, sosok Nabi Muhammad ﷺ sebagai
seorang pendidik, kembali dipertegas oleh Allah ﷻ. Ketika menafsirkan kalimat wa yuzakkihim (dan
membersihkan (jiwa) mereka), Muhammad Abduh berkata: “Rasulullah adalah seorang
pendidik dan pengajar.”
Selanjutnya Allah berfirman yang artinya: “Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (al-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Jumu’ah [62]:2).
Seperti pada ayat yang disebutkan sebelumnya,
ayat ini juga menunjukkan bahwa salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad
adalah untuk mendidik manusia agar dalam melaksanakan ajaran agama yang dilandasi
dan didasari dengan pengertian yang benar dan memahami tujuannya.
Dalam hadis disebutkan: “Dari Abdullah bin
‘Amr bahwa Rasulullah melewati dua majelis di dalam masjid. Lalu beliau
bersabda, “Keduanya baik, hanya majelis yang satu lebih utama. Adapun majelis
yang satu, mereka berdoa kepada Allah, jika Allah berkehendak akan memberi dan
jika berkehendak akan menolak sedang majelis yang lain, mereka mengadakan
aktifitas belajar mengajar inilah yang lebih utama. Sesungguhnya aku diutus
untuk memberi pengajaran. Selanjutnya beliau duduk bersama majelis yang
mengadakan aktifitas belajar-mengajar.” (H.R. Al-Darimi).
Sebagai seorang pendidik, Rasulullah ﷺ diberi anugerah oleh Allah ﷻ berbagai sikap yang membantu
keberhasilan tugasnya antara lain:
1. Memiliki Empati dan Rasa Kasih sayangserta Berambisi akan Keberhasilan Anak Didik.
Allah berfirman yang artinya:“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Q.S. Al-Taubah
[9]: 12).
Pada ayat ini, Allah ﷻ menerangkan tiga sikap Rasulullah ﷺ dalam menyantuni umatnya.
a) Pertama Sangat berat bagi beliau apabila umatnya menderita kesusahan. Setiap waktu yang dipikirkan hanya nasib umatnya. Bahkan pada akhir hayatnya beliau berpesan: “Perhatikanlah shalat, perhatikanlah shalat dan budak-budakmu.”
Pada waktu itu, perbudakan
belum dihapuskan dan budak adalah kelompok manusia yang paling menderita.
b)
Kedua, sangat
berambisi terhadap kebaikan dan keberhasilan umatnya. Perhatian beliau hanyalah
bagaimana umatnya maju dan sukses di dunia dan di akhirat.
c)
Ketiga,
sangat sayang kepada umatnya. Pada ayat ini, Allah menggunakan dua sifat-Nya
yaitu rauf dan rahim untuk Nabi Muhammad ﷺ. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kasih sayang Rasulullah ﷺ pada
umatnya sangat tinggi, melebihi sifat kasih sayang manusia biasa, sehingga
mendekati sifat kasih Allah ﷻ kepada makhluk-Nya.
Buya Hamka membedakan antara rauf (kasih) dan
rahim (sayang). Rauf adalah belas kasihan kepada orang yang lemah, miskin,
sakit, gagal dan semua orang yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang
karena penderitaan yang dialaminya. Sedang rahim adalah kasih sayang yang
merata kepada semua manusia baik yang berbahagia maupun yang menderita.
2. Shidiq (berkata benar) dan Dapat
dipercaya.
Allah ﷻ berfirman yang artinya: “Dan tiadalah
yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya, ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. Al-Najm, 53:
3-4)
Ayat ini menunjukkan bahwa sebagai seorang
pengajar dan pendidik, Rasulullah ﷺ memiliki sifat Shidiq (berkata benar). Dia
tidak akan menyampaikan sesuatu tentang agama yang tidak diwahyukan Allah ﷻ kepadanya.
Rasulullah ﷺ juga dikenal sebagai al-Amin (orang yang sangat dipercaya), gelar
al-Amin telah beliau peroleh sejak beliau belum diangkat sebagai utusan Allah ﷻ .
Firman Allah yang artinya: “Katakanlah:
“Upah apapun yang aku minta kepadamu, maka itu untuk kamu. Upahku hanyalah dari
Allah, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Saba’, 34: 47)
Yang dimaksud pada ayat ini adalah bahwa
Rasulullah ﷺ sekali-kali tidak meminta upah kepada manusia. Tetapi yang diminta
Rasulullah ﷺ sebagai
upah ialah agar mereka beriman kepada Allah ﷻ dan iman itu adalah buat mereka sendiri.
Ayat-ayat di atas, memberikan gambaran tentang
sebagian kepribadian Rasulullah ﷺ sebagai seorang pendidik. Beliau memiliki rasa kasih sayang
yang sangat tinggi kepada anak didiknya dan sangat berambisi atas keberhasilan
mereka.
Beliau sangat dekat dengan anak dan mencintai
mereka dengan kecintaan yang tiada taranya bahkan terkadang mengalahkan
kecintaannya kepada keluarganya.
Perhatian dan kasih sayang yang sangat tinggi
kepada anak-anak didik sangat besar untuk keberhasilan mereka, semuanya tanpa
mengharapkan balas jasa dan upah atas segala dilakukannya. nilah suatu sikap
yang diperhatikan oleh setiap pendidik demi tercapainya kesuksesan dalam
pengajaran.
Strategi Mengatasi Anak Yang Bermasalah
Kita kerap menyaksikan kekeliruan yang
dilakukan seorang anak. Metode seorang pendidik sangat menentukan keberhasilan
upaya mengatasi kekeliruan serta mendorong anak untuk tidak mengulangi
kekeliruan yang sama. Ada beberapa cara yang digunakan oleh Rasulullah ﷺ dalam
mengatasi anak yang bermasalah.
1. Melalui Teguran Langsung. Umar bin Abi
Salamah berkata, “Dulu aku menjadi pembantu di rumah Rasulullah. Ketika
makan biasanya aku mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau
bersabda, ‘Hai ghulam, bacalah Basmallah, makanlah dengan tangan kanan mu dan
makanlah apa yand di dekatmu.” (Mutthaifaq ‘alaih)
2. Melalui Sindiran. Rasulullah bersabda: “Apa
keinginan kaum yang mengatakan begini begitu. sesunguhnya aku shalat dan tidur,
berpuasa dan berbuka, dan menikahi wanita. Maka barang siapa tidak senang
dengan sunnahku berarti bukan golonganku.” (Mutthaifaq alaih)
3. Melalui Celaan. Abu Dzar berkata, “Aku
telah memaki seseorang sampai membuatnya malu sambil menyebutkan nama ibunya.
Kemudian Rasulullah bersabda kepadaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau telah
mempermalukannya dengan menyebut nama ibunya? Sesungguhnya pada dirimu masih
melekat sifatiahliyah.” (H.R. Bukhari)
4. Melalui Pemutusan Hubungan. Pernah
disebutkan bahwa Ka’ab bin Malik tidak ikut berserta Rasulullah dalam perang
Tabuk. Dia berkata, “Nabi melarang para sahabat berbicara denganku selama lima
puluh malam.” (H.R. Bukhari)
5. Melalui Pemukulan. Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah
anak-anakmu shalat dari usia tujuh tuhun, dan pukulah mereka kalau enggan
mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkaan mereka dari tempat
tidur.” (H.R. Abu Daud)
Dalam hadis yang lain beliau bersabda, “Gantungkanlah
cemeti, agar penghuni keluarga melihtnya karena yang demikian itu adalah
pendidikan bagi mereka.” (H.R. Thabrani)
Maksudnya dengan hanya menggantungkan cemeti sudah cukup membuat anak takut tanpa perlu melecutkan kepadanya.
- Seorang
pendidik tidak boleh memukul kecuali jika seluruh saran peringatan dan ancaman
tidak mempan lagi.
- Tidak boleh
memukul dalam keadaan marah karena akan membahayakan anak.
- Pemukulan
tidak dilakukan terlalu keras dan tidak menyakitkan serta tidak lebih dari
sepuluh kali.
- Pemukulan
tidak boleh dilakukan pada tempat-tempat berbahaya seperti kepala, muka atau
dada.
- Pemukul yang
digunakan tidak boleh berupa kawat besi, utamakan alat pemukul yang lentur.
- Pemukulan
tidak boleh dilakukan pada kesalahan pertama kali. Ketika anak melakukan
kesalahan pertama kali harus diberikan kesempatan memperbaiki diri.
- Pemukulan
harus dilakukan oleh pendidik sendiri tidak boleh diwakilkan kepada orang lain,
agar terhindar dari kedengkian dan perselisihan.
- Pemukulan
harus dilakukan langsung ketika anak melakukan kesalahan. Tidak dibenarkan
memukul anak yang bermasalah setelah berselang hari dari perbuatan salahnya.
- Apabila
dengan cara memukul tidak membuahkan hasil, pemukulan tidak boleh diteruskan
dan harus mencari jalan pemecahan yang lain.
- Pemukulan
tidak boleh berpusat, harus berpindah-pindah dan pemukulan kedua harus lebih
ringan dari pemukulan pertama.
- Lebih baik
jika pemukulan tidak terlalu keras dan tidak menyakitkan. Seorang pendidik
dianjurkan mengangkat lengan sampai ketiaknya terlihat dan menjatuhkan pukulan
dengan seringan-ringannya.
Demikianlah karakter Rasulullah ﷺ sebagai seorang pendidik dan strategi untuk
mendidik anak agar sukses dalam menciptakan anak didik yang berprestasi dan
memberikan manfaat buat semuanya.